Menyusui itu anugerah kata orang. Ibu yang memberi Air Susu Ibu (ASI) kepada anaknya tak perlu susah selayaknya memberi susu formula (sufor). Tak perlu keluar kocek untuk membeli sufor, tak repot mencuci dan mensterilkan botol dan tak bingung menakar air panas dan sufor. Tapi tak banyak yang menyadari ASI sebagai anugerah yang patut disyukuri dan dijaga. Saya berani mengatakan ini melihat kenyataan di lapangan yang masih banyak ibu begitu mudah memberikan sufor kepada bayinya. Fenomena ini jamak dijumpai terutama pada ibu yang bekerja di luar rumah.
Padahal kondisi ibu bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI. Seorang ibu boleh saja berdalih “ Saya kan bekerja di luar rumah selama beberapa jam. Jadi tak bisa menyusui anak. Maka wajar saya tidak memberinya ASI dan menggantinya dengan sufor.” Dalam sebuah penyuluhan sebisa mungkin saya menyangkal pendapat itu dengan penjelasan yang runut dan lengkap. Tidak memungkiri bagi ibu bekerja menyusui anak secara langsung selama jam kerja itu sulit. Tetapi bukan berarti anak tidak bisa tetap diberi ASI. Bagaimana caranya?
Memerah atau memeras ASI. Itulah jawaban yang tepat. Memerah ASI bisa dilakukan secara manual menggunakan tangan (ini cara paling baik) maupun dengan alat, yaitu pompa, baik pompa tangan maupun pompa elektrik. Mengapa cara manual paling baik? Menurut buku manajemen laktasi yang saya baca, itu karena memerah menggunakan tangan (tanpa alat/pompa) lebih fleksibel mengarahkan tangan dan mengatur posisi perah. Sehingga tidak berpotensi merusak jaringan/pembuluh/kelenjar susu. Disamping itu dari pengalaman saya yang pernah mencoba kedua cara tersebut, ternyata memerah dengan tangan lebih nyaman bagi payudara karena tidak menimbulkan rasa sakit seperti ketika memerah dengan pompa.
Hal penting yang perlu diperhatikan sebelum memerah ASI adalah menjaga kebersihan tangan. Pastikan tangan dalam keadaan bersih yaitu sudah dicuci dengan air mengalir dan sabun. Ini penting agar tangan tidak menjadi penyebab terkontaminasi atau tertularnya beberapa kuman/bibit penyakit.
Waktu pemerahan ASI di tempat kerja bisa dilakukan beberapa kali dengan selang waktu 2 sampai 3 jam. Tak usah menunggu payudara penuh dan ASI menetes. Dulu saya juga terbiasa bangun malam beberapa kali dan memerah di pagi hari setelah bangun tidur untuk menambah cadangan ASI perah.
Selanjutnya ASI perah disimpan dalam wadah yaitu botol gelas/kaca yang tertutup rapat. Setiap botol diberi keterangan tanggal dan jam pemerahan agar botol yang lebih dulu disiapkan, lebih dulu pula diberikan kepada anak. Pengalaman saya dulu, saya memakai botol kaca bekas minuman vitamin C, botol bekas obat sirup dan bekas soda kue cair. Saya selalu memastikan botol yang digunakan menyimpan ASI perah sudah dicuci bersih dengan air mengalir dan sabun dan direbus dengan air mendidih untuk mensterilkannya.
Setelah itu botol disimpan di termos pendingin (cooler box) atau lemari es (freezer) tergantung tingkat keawetan yang diinginkan. Sebenarnya jika ASI perah tidak disimpan pun atau diletakkan di suhu kamar (270 C) tahan 3 jam. Jika disimpan di termos pendingin dengan es batu (suhu 4-150 C), maka ASI bisa tahan selama 24 jam. ASI perah di lemari es bukan freezer (0-40 C) tahan 3 hari. Bila dalam freezer dengan lemari es 1 pintu (-150 C) tahan 2 minggu, lemari es 2 pintu (-180 C) tahan 3 bulan. Tingkat ketahanan paling tinggi jika disimpan dalam freezer tunggal yaitu bisa tahan sampai 6 bulan.
Simpanan ASI perah tersebut bisa diberikan kepada bayi sewaku-waktu bayi lapar dan haus. Caranya siapkan dahulu wadah atau mangkok berisi air panas, lalu botol berisi ASI perah diletakkan di tengahnya. Maka air panas di dalam mangkok akan menghangatkan ASI perah yang mulanya membeku atau dingin tersebut. Berikan ASI perah kepada bayi dalam suhu hangat/suam kuku, dengan menggunakan sendok atau cangkir.
Mengapa tidak menggunakan botol/dot seperti ketika memberi sufor kepada bayi? Hal itu dihindari agar bayi tidak bingung puting. Bingung puting adalah kondisi ketika bayi menolak disusui langsung oleh ibu karena bingung dengan putting si Ibu. Bayi merasa lebih mudah menyusu botol/dot daripada menyusu ke payudara ibu karena bayi tidak perlu banyak mengeluarkan tenaga untuk menghisap dan menyedot ASI. Itulah resiko yang perlu dihindari dari penggunaan botol/dot.
Namun rupanya tiap bayi memiliki reaksi berbeda. Alhamdulillah, anak saya (Azza, sekarang sudah 2 tahun) dulu sewaktu bayi terpaksa saya pakai botol/dot untuk memberinya ASI perah. Hal itu karena anak saya tidak sabar minum ASI perah dari sendok/cangkir, sehingga cenderung rewel dan menyulitkan pengasuhnya. Meskipun menggunakan botol/dot, anak saya tetap lebih suka menyusu langsung ketika saya pulang kerja. Artinya kekhawatiran anak saya bingung putting tidak terjadi.
Itu bisa terjadi karena dua kemungkinan. Pertama, kehangatan dekapan ibu yang didapat anak saya ketika menyusu langsung. Keutamaan menyusu langsung yang tak didapat dari pemberian susu dengan botol/dot. Kedua, ASI perah diberikan oleh orang lain (bukan saya), sehingga anak saya tidak bingung puting. Lain halnya jika saya yang memberinya ASI perah menggunakan botol/dot, mungkin dia akan bingung puting.