Lihat ke Halaman Asli

Menggagas Bupati CTPS

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13502666861699604154

Sorotan tajam publik Kota Bawang jelang, saat dan paska Pemilukada 7 Oktober yang lalu mulai mereda. Menurut situs resmiKPUD Brebes rapat pleno KPUD Brebes (13/10/2012) menetapkan paslon Hj.Idza Priyanti, SE dan Narjo (51,85%) unggul tipis atas pesaingnya H.Agung Widyantoro,SH,M.Si dan H.Athoillah, SE.M.Si (48,15%) dengan selisih suara 32.208. Publik menaruh harapan besar pada pemimpin Brebes yang baru agar membawa Brebes ke arah yang lebih baik setelah sekian lama berkubang pada posisi merana di antara 35 kabupaten/kota Se-Jawa Tengah. Sebagaimana hakikat kepemimpinan menurut Weirich & Koontz (1993) yaitu seni atau proses mempengaruhi orang lain untuk antusias bekerja bersama mencapai tujuan organisasi. Kini saatnya publik menunggu apakah pemimpinnya mampu menggerakan semua elemen termasuk publik itu sendiri untuk memajukan Brebes tercinta. Awaluddin Abdussalam (Suara Merdeka, 20/9/2012) mengabarkan kabupaten Brebes masih tertinggal dalam pencapaian indeks pembangunan manusia (IPM). Bappeda Kabupaten Brebes (2007) menyebut angka harapan hidup masyarakat di kabupaten itu 69,4 tahun, angka melek huruf 84,85%, rata-rata lama sekolah 5 tahun 6 bulan, dan pengeluaran per kapita riil Rp 625.370. Capaian itu menempatkan kabupaten itu pada posisi paling buncit dibanding 34 kabupaten/ kota lain di provinsi ini. Sementara tolok ukur terbaru, indeks pembangunan kesehatan masyarakat (IPKM), yang menggambarkan kemajuan pembangunan berbasis komunitas, menyebut secara nasional Brebes berada pada posisi ke-292 dari 440 kabupaten/ kota. Untuk tingkat Jateng, IPKM Brebes berada pada peringkat paling bawah dari 35 kabupaten/ kota (Diseminasi Hasil Riset Kesehatan Dasar 2010 di Mataram NTB). Maka tak mengherankan apabila secara halus nama Brebes disebut-sebut dengan konotasi negatif dalam film karya Deddy Mizwar berjudul “Alangkah Lucunya Negeri Ini” produksi 2010. Kala itu digambarkan pada acara kuis dari sponsor motor film tersebut mempertanyakan apakah level pemerintahan di bawah Provinsi, dijawab Sumi yg mengaku dari Brebes, bahwa jawabannya kecamatan! Padahal sudah digiring jawaban yang benar oleh presenter kuis. Sebagaimana diketahui, film kaya akan simbol, sindiran dan kritik pedas terhadap carut marut realitas kehidupan sosial kemasyarakatan. Di sisi lain, berbagai masalah kesehatan juga menuntut perhatian penting, yakni tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Data SDKI Jateng 2010 menyatakan AKI Kabupaten Brebes sebesar 273 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini lebih tinggi dibanding besarnya AKI Se-Jateng yakni 217 per 100.000 kelahiran hidup. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa kontribusi penyebab kematian bayi dan balita diantaranya diare (23%) dan pneumonia (17%). Hal ini sungguh sangat disayangkan mengingat diare, ISPA bahkan kecacingan dan hepatitis A dapat dicegah dengan cara sederhana, yaitu Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) yang terbukti efektif mengurangi tingkat kejadian diare hingga 47%. Pencegahan penyakit tersebut dapat dilakukan melalui upaya menjaga kebersihan tangan sebagai salah satu jalur penularan berbagai penyakit  menular di atas. Namun fakta di masyarakat belum menggembirakan. Ini dilihat dari kebiasaan masyarakat yang tidak cuci tangan atau cuci tangan namun caranya tidak benar. Rendahnya kebiasaan CTPS pada 5 saat penting yaitu sebelum makan 14,3%, sesudah buang air besar 11,7%, setelah menceboki bayi 8,9%, sebelum menyuapi anak 7,4% dan sebelum menyiapkan makanan hanya 6% (Data survei Baseline Environmental Services Program /ESP-USAID 2006). Belum lagi kebiasaan cuci tangan yang belum benar, semisal cuci tangan dengan air dalam kobokan yang dipakai beramai-ramai. Selain itu cuci tangan dengan air saja tanpa menggunakan sabun. Cara cuci tangan yang tidak menggunakan sabun dan air yang mengalir merupakan kebiasan yang salah. Keduanya masih memungkinkan kuman dan telur cacing tetap melekat di tangan. Menurut penelitian, kebiasaan cuci tangan yang benar bagi masyarakat di Indonesia hanya mencapai 7%. Idiom “sedia payung sebelum hujan” dan “mencegah lebih baik daripada mengobati” mestinya bisa dilakukan sejak dini dari hal kecil dan mulai dari sekarang. Momentum Hari Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) Sedunia yang jatuh pada tanggal 15 Oktober misalnya. Bukan tidak mungkin momen tersebut digunakan Bupati terpilih untuk membumikan hal sederhana namun efektif bagi peningkatan kesehatan. Menarik juga untuk memecahkan rekor MURI mencuci tangan terbanyak yang melibatkan anak sekolah usia SD sebagai alternatif. Karena biasanya masyarakat Indonesia cenderung memusatkan perhatian pada sesuatu yang ramai dan heboh. Apalagi dukungan sponsor sabun antiseptik tertentu sangat terbuka dalam menyukseskan program CTPS ini. Barangkali apabila kita pernah mendengar gelar Bunda PAUD bagi Bupati, alangkah eloknya jika Bupati kita pun bisa menjadi Bunda CTPS. *) Penulis adalah Koordinator Penyuluh Kesehatan Masyarakat di RSUD Kabupaten Brebes, Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP Semarang. **) Tulisan ini telah dimuat pada Kolom OPINI Surat Kabar Harian RADAR TEGAL Hari ini, Senin, 15 Oktober 2012.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline