Lihat ke Halaman Asli

Bunda Hafidz

Pemerhati anak

Dua Jiwa Tersayang

Diperbarui: 18 Mei 2022   21:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Dua Jiwa Tersayang


Detik-detik berlalu meninggalkan waktu yang tak dapat diulang lagi. Hati ini tinggal separuh karena setengah hati yang lain dan  sepenuh kenangan telah dibawa pergi. Tahun lalu dua jiwa yang bersatu di fananya dunia, kembali dipersatukan Allah dalam alam keabadian.


Dua jiwa telah pergi menemui Sang Khalik yang Maha Penyayang. Kilasan masa lalu dari masa kecilku hingga detik terakhir kepergian jiwa-jiwa tersayang. Ibu dan Bapak anugerah terindah yang Allah pernah berikan padaku. Membentuk aku dengan kekurangan dan kelebihan mereka. Mengajarkan padaku tentang kebaikan dan keikhlasan dalam memberi dan berbuat.


Ibu....
Hari ini genap satu tahun perpisahan fana antara engkau dan aku, banyak teladan yang engkau berikan padaku. Darimu aku belajar tentang keikhlasan menjalani takdir. Apapun yang berlaku pada kita yang Allah beri adalah kebaikan buat kita. Selalu berkeyakinan penuh setiap kejadian selalu ada hikmah disebaliknya. Hanya saja hati ini sering memberontak apa yang diinginkan tak selalu nyata adanya.
Pembelajaran yang lain yaitu tentang berkorban. Bagaimana berkorban dengan tanpa merasa beban. Karena semua dijalani dengan ikhlas. Prinsip ikhlas yang belum sepenuhnya aku serap dari engkau wahai Ibu. Sering terselip sedikit pamrih atas semua apa yang sudah diberikan walaupun untuk itu aku harus berjuang untuk meyakini semua adalah fana. 

Dan hari ini tepat satu tahun engkau kembali ke pangkuan Illahi, namun dihatiku tetap abadi. Karena perjuangan dan kesabaranmu aku ada dititik sekarang ini. Ibu tanganmu mudah untuk berbagi diminta ataupun tidak. Semua kebaikan akhlak yang engkau teladan kan kepadaku. Do'aku untuk ibu tentang diampunkan semua dosa, dilapangkan kubur dan juga tempat terbaik disisi Allah.  InshaAllah diijabah karena akhlakmu yg santun dan penyayang. Sabar dan tanpa dendam. Hidup ikhlas menjalani ketentuan takdir Allah.


Bapak...
Hari ini setahun yang lalu, masih ingat dimana tanganmu menggenggam tanganku seolah kita sama-sama memberikan kekuatan menghantarkan ibu di peristirahatan terakhirnya. Aku paham dengan kesedihan itu. Tapi aku tak pernah menyangka kehilangan ibu membuatmu goyah dan limbung. Seolah hidupmu sudah dibatas saat ibu pergi selamanya.


Apapun yang terjadi diantara kalian semua terjadi karena izin Allah. Yang membuat bertahan entah bahagia ataupun derita. Tetapi tauladan yang aku dapatkan darimu tentang ikhlas berbagi. Engkau tak pernah iri dengan rejeki orang lain. Dan engkau pun pemaaf, hatimu bersih tidak berpamrih jika menolong. Empat bulan kemudian engkau pun menemani ibu di alam keabadian bersama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.


Allah...
Aku memohon kepadaMu  tentang dua  jiwa yang sayangnya padaku sepenuh jiwa dan raga mereka. Pertemukan aku dan satukan aku dengan mereka nanti saat akupun kembali ke pangkuan Mu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline