Aku selalu menyimpan kenangan dan menyembunyikannya di sebuah tempat di hatiku. Tapi setelah hari ini, setelah sketsa kematian terpampang jelas dimataku tak ada yang lebih penting selain menuliskannya. Aku tak pernah tahu berapa lama lagi waktu yang tersisa. Yang kutahu adalah sebelum waktu menyeretku kedalam dekapannya aku akan melanjutkan kisah ini.
Sore yang dingin di Rumah Putih.Itulah Pertemuan pertama dengan kakanda Ahyar Anwar, 2003. Pertemuan kedua, tahun 2005. Sebuah senja yang basah di Rumah Putih. Kunjungan kak Ahyar yang kedua kalinya bersama Pak Marko serta beberapa orang teman, dan menuliskan sebait kalimat indah di sampul bukunya “ Menidurkan Cinta “. Kalimat itu berbunyi:
Untuk Isra
Ada lembah yang menyimpan
Kisah dikotamu
Dan gemanya
Selalu sampai dihatiku
Ahyar Anwar
Di sebuah pagi yang lembab.Juni 2013
Aku masih ingat, pagi itu sisa-sisa hujan masih setia menemani kisahku. Anggrek yang berjejer rapi di halaman rumah putih seolah tak berhenti mengeluarkan aroma. Tiba- tiba aku dikejutkan dengan suara ponselku. Sapaan lembut dan berkarakter dari seorang lelaki dibalik telepon .
Sekali lagi……. Sekali lagi….. sekali lagi
aku ingin kembali ke rumah putihmu
menikmati senja,lumut hijau dan taman kecil
bersama secangkirteh yang engkau seduh dengan lentik jarimu
juga garingnya pisang goreng yang kau hidangkan di teras rumah putihmu
itu kalimat terakhir yang kudengar darinya di suatu pagi yang lembab.
Di sebuah malam yang mencekam, 27 Agustus 2013
Sungguh aku tidak percaya ketika sms dari adikku Sri Ulfanita, mengabarkan bahwa Kak Ahyar meninggal. Karena kak Ahyar masih sempat menulis catatan kecil di inboxku, tentang proyek yang akan kami rampungkan Desember mendatang. Dan saat itu kak Ahyardalam kondisi yang sehat.Ya Allah Engkau menyadarkan Hamba bahwa kematian tidak dapat ditunda-tunda. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H