[caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi "][/caption] "Bertahanlah mah, mamah pasti kuat menghadapinya". Sambil menangis aku mendorong istriku di diatas troli rumah sakit. Sesampainya di didepan ruang ICU, dokter berkata "Anda tunggu disini, kami akan berusaha secara maksimal untuk istri anda" Pagi tadi istriku ke Posyandu untuk memeriksa kehamilannya. Menuju pulang kerumah mobil yang ia kendarai menabrak tiang Listrik. Seandainya pagi tadi aku tidak menolak dan mengantarkannya ke posyandu mungkin tidak seperti ini jadinya. Lampu ICU terlihat berwana biru. Dokter keluar dan menghampiriku. "Ada suatu hal yang harus katakan terkait masalah istri dan bayi yang di kandungnya" ucap Dokter Frans dengan nada serius. "Maksud dokter?" jawabku. "Anda harus memilih, antara nyawa bayi yang di kandungnya atau nyawa istri anda yang harus di selamatkan!" ucap dokter itu, seakan dia adalah malaikat pencabut nyawa utusan tuhan. Rasanya jantungku berhenti berdetak untuk beberapa detik ketika mendengar pernyataan dokter Frans. Apa yang harus kulakukan. Pernikahan kami selama 10 tahun ini belum di karuniai seorang keturunan. "Krrrriiinnggggg" . kulihat jam di dinding menunjukan tepat jam enam pagi. Diatas meja tidur kutemukan sebuah kertas pesan "Pah,.. mamah pergi ke posyandu. Sarapan sudah tersedia di dapur". Ternyata aku mimpi buruk lagi!. Aku tak mau ambil pusing. Toh selama ini pun mimpi-mimpiku tak pernah jadi kenyataan.
***
Mampir juga di Blog. www.baujamban.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H