Lihat ke Halaman Asli

Bullyid App

Non-for-Profit Organisation

Menggunakan AI Untuk Deepfake: Definisi, Dasar Hukum, dan Cara Mengatasinya

Diperbarui: 8 Juni 2024   14:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada masa modern ini, kita dikejutkan dengan perkembangan pesat AI (Artificial Intelligence atau kecerdasan buatan) pada bidang visualisasi gambar. AI dengan kecanggihannya dapat menghasilkan (generate) sebuah perintah (prompt) untuk mengganti wajah di dalam gambar dengan wajah yang lainnya. Perkembangan ini tak hanya memiliki dampak positif, tetapi juga membawa dampak negatif. Penggunaan wajah yang digantikan menggunakan AI, dalam hal ini adalah deepfake, dapat berbenturan dengan hukum yang ada. Seseorang dapat dengan bebas menggunakan fitur AI dengan mengganti wajah orang lain tanpa izin untuk memuaskan dirinya atau untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya. Hal ini menjadi tantangan baru di tengah kemajuan teknologi dan oleh karenanya mari kita pelajari apa itu deepfake, dasar hukum mengenai tindakan ini, dan apa yang kita bisa lakukan jika kita menjadi orang yang wajahnya digunakan dalam deepfake.

Apa itu Deepfake?

Menurut Cambridge Dictionary, deepfake adalah "rekaman video atau suara yang menggantikan wajah atau suara seseorang dengan wajah atau suara orang lain, sehingga tampak nyata." Dalam konteks kekerasan berbasis gender online (KBGO), tindakan ini mengacu pada gambar yang dimanipulasi secara digital yang menampilkan wajah yang nyata dan dapat dikenali, kemudian ditempelkan pada tubuh orang lain yang melakukan aktivitas seksual secara eksplisit. Penting untuk dicatat bahwa gambar yang diubah berbeda dari pornografi tradisional, karena gambar tersebut tidak menggambarkan aktivitas seksual yang sebenarnya, tetapi masih menyebabkan kerugian yang signifikan terhadap orang yang digambarkan.

Bagaimana Dampak Deepfake Terhadap Targetnya?

Deepfake memiliki dampak yang serius, antara lain:

  • Korban deepfake menjadi sasaran ujaran kebencian. Jika orang lain menganggap hasil deepfake sebagai nyata, mereka dapat menyerang korban secara tatap muka atau online. Padahal, korban tidak pernah melakukan tindakan dalam gambar deepfake dan tidak pernah memberikan izin bagi pembuat gambar deepfake tersebut untuk menggunakan wajahnya.

  • Jika gambar deepfake melibatkan pornografi, reputasi korban dapat hancur karena masyarakat menganggapnya melanggar norma. Korban juga dapat menjadi sasaran bentuk kekerasan seksual lainnya, seperti memperoleh komentar-komentar yang berbau seksual tanpa persetujuan/izinnya.

  • Jika digunakan sebagai alat propaganda dalam dunia politik, deepfake dapat menjatuhkan reputasi figur-figur politik tertentu dengan menyebarkan berita palsu (hoaks).

  • Semua dampak di atas dapat membuat korban merasakan kerugian psikologis (cemas, takut, depresi), kerugian sosial (merasa terasingkan dari orang-orang di sekitarnya), dan kerugian ekonomi (kehilangan pekerjaan). Kepercayaan korban deepfake dalam menggunakan teknologi digital juga akan menurun atau menghilang.

Apa Kata Hukum Indonesia Tentang Deepfake?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline