Lihat ke Halaman Asli

Susahnya jadi Guru (Dulu)

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tadi pagi baca tweetnya GM @gm_gm yang bunyinya "SPG kapan lulusan terakhirnya?" membuat saya melayang ke 29 tahun yang lalu saat baru lulus SMP dan mau melanjutkan ke SLTA.

Pikiran sederhana saya waktu itu, saya harus masuk SPG. Masuk SMA nanti pasti harus melanjutkan kuliah. Saya tidak akan tega membebani orang tua dengan minta dikuliahkan. Kalaupun lulus SMA, dan tidak kuliah paling2 saya akan menjadi pramuniaga. Orang judes begini mana mungkin harus melayani orang dengan beramah-ramah? Begitu juga SMEA (sekarang SMK). Lalu terpikir hobi saya waktu kecil main guru-guruan. Sekolah Pendidikan Guru. Biar kata gajinya kecil tapi kan jadi bos meski di kelas hehe ini pertimbangan anak SMP lho ya. Dan panggilannya juga keren: Ibu Guru.

Pendaftaran masuk SPG dulu lumayan serius. Dibandingkan dengan sekarang masuk Perguruan Tinggi Pabrik Guru  yang lewat SNMPTN semata atau yang lebih 'enak' lagi lewat jalur PMDK cuma mengumpulkan nilai rapot beberapa semester bila beruntung bisa langsung 'ganti status' jadi mahasiswa PGSD maka tes masuk SPG sungguh berat.

Ada beragam  tes mulai dari pengukuran tinggi dan berat badan, tes menulis di papan tulis, tes buta warna, menggambar di papan tulis, wawancara, membaca teks, tes tertulis, semua dilakukan dalam 2 hari. Sehari untuk tes yang macam-macam itu dan sehari lagi khusus tes tertulis.

Katanya ada tinggi minimal untuk jadi guru SD. Tidak boleh buta warna. Tidak boleh cadel. Harus bisa menulis tegak bersambung dll. Singkat kata saya berhak diterima di SPG Negeri, tapi saya ingin masuk ke SPG swasta saja, banyak yang bilang ngapain cape-cape testing diterima tapi tidak diteruskan. Biar saja buat pengalaman. Dan ternyata di SPG Swasta itu ada yang pendek badannya ada yang cadel ada yang tulisannya jelek diterima semua hahaha. Tapi lulus juga dengan bagus kok. Lebih bagus dari saya yang tadinya bisa masuk ke SPGN tadi

Sekolah di SPG rupanya benar-benar disiapkan untuk jadi guru. Sikap kita harus baik. Tidak boleh makan sambil jalan. Siap2 ada guru yang menyabet kita pakai ranting daun bila berani membantah. Di sekitar kantin sekolah ada bangku (boek) semen, tidak pakai meja seperti kantin jaman sekarang tapi boek itu banyak dan lebar2 cukup untuk 5-10 orang duduk berpunggungan.

Kita juga dilatih untuk TIDAK memotong kata dalam kalimat. Katanya itu hanya akan membuat guru tidak berwibawa. "Sekarang kita akan belajar Matemati..............." Anak tinggal menjawab Ka.. begitu.. itu sangat diharamkan.

Seperti ada di lawak-lawak itu. Seorang guru mengajar matematika

Seratus ribu ditambah seratus ribu jadi duaratus riii... BUUU...

Dua ratus ribu ditambah duaratus ribu jadi empat ratus riii... BUU...

Masih benar ya... Tapi kalau...

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline