Lihat ke Halaman Asli

Bulan Wiranata

Mahasiswa Manajemen Agribisnis IPB 58

Dampak Covid-19 bagi Dunia Pendidikan

Diperbarui: 15 Juli 2021   14:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Permasalahan yang sedang dihadapi oleh siswa dan mahasiswa pada 1 tahun ini membuat banyak pihak beropini. Kita mengetahui PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) yang mewajibkan semua kegiatan pembelajaran dilakukan secara online atau daring. Peristiwa ini terjadi karena dampak yang disebabkan oleh Covid-19 didunia pendidikan. 

Corona virus adalah penyakit menular yang yang disebabkan oleh sindrom pernafasan akut coronavirus 2 (SARS-CoV-2) sehingga berdampak kepada masyarakat. Siswa dan mahasiswa tidak dapat bertatap  muka untuk menjalankan kewajibannya yaitu, belajar di sekolah atau universitas. Setelah Nielsen Media Reseacrh melakukan riset dengan tema "Race Against the Virus  Indonesia Consumer Response towards COVID-19" mengungkapkan" 50% masyarakat mulai mengurangi semua aktivitas di luar rumah jika tidak sangat mendesak, dan 30% lainnya mengutamakan berbelanja online dikarenakan lebih aman".  Semua kegiatan belajar mengajar bahkan bekerja semua dialihkan menjadi online berupaya mempercepat putusnya mata rantai Covid-19.

Apa jadinya jika pemerintah tidak mengambil tindakan tegas untuk ranah pendidikan?  Tindakan pemerintah yang sekarang dilakukan sudah sangat tepat dengan mengadakan Pembelajaran Jarak Jauh secara online dengan demikian semua siswa, mahasiswa maupun tenaga pengajar  tidak diwajibkan untuk keluar rumah sehingga mengurangi risiko terkena Covid-19. 

Dengan diadakan pembelajaran secara online ini banyak pro dan kontra dari berbagai pihak dengan pertimbangan di berbagai aspek. Dengan begitu pada kesempatan yang diberikan kali ini saya akan membahas sedikit dampak dampak yang terjadi pada ranah pendidikan yang diakibatkan virus Covid-19.

Pendidikan pada saat situasi pandemi menjadi berubah drastis dengan diadakannya metode PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) secara online, sehingga semua orang yang terlibat diwajibkan menggunakan teknologi untuk memberi dan menerima materi dengan begitu yang tadinya tidak terbiasa menggunakan teknologi dituntut untuk menggunakan teknologi. 

Mengutip data IGI (Ikatan Guru Indonesia) , wakil ketua MPR,  Lestari Moerdijat  mengatakan  "Selama pelaksanaan PJJ beberapa bulan terakhir 60% guru belum mempunyai  kemampuan yang baik dalam penggunaan teknologi saat mengajar". Metode yang digunakan guru untuk menyampaikan materi kepada muridnya berbagai macam, sebagian besar guru menggunakan aplikasi WhatsApp, Zoom, Google Classroom, Google Meet dll.

Banyak guru yang hanya memberikan tugas kepada murid-muridnya sehingga murid tidak mengerti materi yang diberikan dengan itu banyak siswa yang hanya mencatat jawaban dari google tanpa memahami materi tersebut, dengan kasus seperti ini banyak siswa yang mengalami penurunan nilai atau prestasi di karenakan merasa tak nyaman saat harus belajar dari rumah ketimbang di sekolah.

 Berdasarkan survei UNICEF (United Nations Children's Fund) yang menerima lebih dari 4.000 tanggapan dari siswa di 34 provinsi indonesia hasil survei menyebutkan," sebanyak 66% dari 60jt siswa mengungkapkan bahwa mereka tidak nyaman jika harus belajar di rumah dikarenakan Covid-19".

Tidak hanya masalah nilai dan prestasi siswa yang menurun, tetapi juga ada sebagian siswa yang tidak bisa mengikuti daring terkendala dengan alat komunikasi di mana siswa sekolah di pelosok negeri ini masih sedikit yang memiliki smartphone dan juga jaringan internet yang tidak mendukung. 

Sehingga FSGI (Federasi Serikat Guru Indonesia) meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mendata jumlah siswa dan guru yang tidak mempunyai smartphone dan yang lingkungan mereka tinggal belum tersedia akses internet dan listrik. Dengan kendala tersebut sehingga metode pembelajaran diubah menjadi guru berkunjung ke rumah siswa. Tetapi metode itu tidak efektif dikarenakan kurangnya guru untuk melayani murid satu per satu.

Penyelenggaraan pembelajaran dengan sistem daring menuai reaksi yang beragam dari orang tua. Terutama setelah melewati sistem daring selama beberapa bulan belakangan. Melihat ada beberapa orang tua yang sibuk beradaptasi dengan WFH (Work From Home) dan mereka juga harus mengawasi anak mereka sekolah di rumah, sehingga harus membagi waktu untuk pekerjaan dan membantu anak mengerjakan tugas. Bersekolah secara daring membuat orang tua yang baru akan menyekolahkan anaknya berpikir dua kali, karena mereka berpikir itu tidak efektif dikarenakan tidak bertatap muka tetapi tetap harus membayar uang sekolah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline