Lihat ke Halaman Asli

Kata Siapa Kakak Harus Selalu Mengalah

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mempunyai dua putri balita yang usianya 5 dan 2 tahun membuat rumah saya selalu hingar bingar dan gegap gempita. Mulai dari suara tawa, tangis, pertengkaran, atau suara dang deng dong aneka mainan. Rumah pun tak ubahnya kapal pecah. Walaupun dua-duanya perempuan, tapi jika sudah bertengkar suaranya menggelegar hingar ujung gang, tak kalah dengan suara anak laki-laki. Dulu, ketika si adik, Fara, baru lahir hingga berusia 2 tahun, sebenarnya semua berjalan lancar terkendali, tanpa konflik berarti. Sejak awal mengandung, saya memang telah mengenalkan calon adik kepada sang kakak, Aulia. Bahkan dulu, Aulia lah yang paling antusias menemani kontrol rutin ke dokter kandungan. Walaupun waktu itu usianya baru 3 tahun, ia sudah mulai mengenal calon adiknya lewat gambar buram di layar USG.

Ketika Fara lahir, saya juga tak melihat ada nuansa cemburu atau persaingan dari Aulia. Bahkan saya melihat, Aulia malah begitu sayang, kalau orang Jawa bilang, bisa ngemong. Ada rasa bangga melihat perubahan sikapnya, mengingat usianya yang masih balita. Hal ini berlangsung hingga Fara sudah mampu berjalan sendiri pada usia 14 bulan. Tampaknya sang Adik mulai mampu mengungkapkan keinginannya, mengekspresikan perasaannya dan meningkat rasa ingin tahunya melihat aktivitas kakaknya. Mulai lah sering terjadi pertengkaran. Mainan apa saja yang dipegang kakaknya, pasti Fara juga menginginkannya. Saya pun merasa jadi punya dua putri kembar, karena setiap membeli apapun harus 2 dan sama, mulai dari baju, mainan, tempat makan, handuk, bahkan sandal dan bantal.

Sebenarnya sifat ngemong Aulia masih ada, tapi ketika tingkat agresifitas Fara semakin meningkat, saya amati Ia mulai merasa jengkel, dan meledaklah suara jerit dan tangis. Awalnya, ketika melerai, saya sering mengatakan, kalau kakaklah yang harus mengalah. Dan biasanya, Aulia mau mengerti dan mengalah pada adiknya. Tapi, suatu hari saat saya berada di dapur, terjadi pertengkaran diantara keduanya karena berebut krayon. Secara reflek, saya memeluk Fara yang menangis kencang karena tampaknya ia gagal merebut krayon, dan membujuk Aulia untuk mengalah dan memberikan krayonnya. Tiba-tiba Aulia membanting krayon yang ada di tangannya dan lari menuju kamar, menangis sesunggukan di atas bantal. Saya sungguh terkejut melihat reaksinya. Setelah agak tenang, saya pun mendekatinya dan memeluknya.

"Lho kok kakak ikutan nangis...?", tanya saya sambil membelai rambutnya yang ikal.

"Mama sukanya nyuruh kakak ngalah terus....Itu tadi Fara yang salah Ma...Fara udah punya krayon sendiri tapi malah merebut punyaku..."

Deg...tiba-tiba saya tersadar, ternyata saya telah bersikap tidak adil. Selalu menyuruh Aulia mengalah tanpa pernah melihat lebih dalam sebab pertengkaranya. Saya jadi bertanya-tanya sendiri, sebenarnya siapa sih yang bikin aturan kalau kakak harus selalu mengalah. Kalau dipikir-pikir enak banget ya yang jadi adik, kan semua keinginannya jadi terpenuhi, sementara sang kakak harus selalu menekan egonya demi aturan tidak tertulis yang tampaknya diyakini semua orang bahwa "kakak harus selalu mengalah". Saya sendiri adalah anak pertama dan punya dua adik, dan pasti orang tua saya pun sering menasehati saya untuk selalu mengalah dengan adik-adik saya.

Kalau kita telaah lebih jauh, nasihat itu memang sebenarnya kurang tepat dan kontradiktif dengan nasihat baik lainnya, misalnya untuk selalu bersikap adil, membela yang benar, tidak egois atau selalu bersikap baik kepada siapa saja. Jika kakak selalu diposisikan sebagai orang yang selalu mengalah, hal ini akan mendorongnya menjadi orang yang kurang percaya diri, merasa kurang disayang karena orang tua selalu lebih memihak adiknya, dan malah akan memperuncing pertengkaran karena akan tumbuh rasa tidak suka pada adiknya yang selalu dibela tanpa melihat siapa yang benar atau salah. Sementara si adik yang selalu dibela bisa menjadi tambah egois dan manja dan akan semakin semangat bersaing dengan kakaknya, karena ia tahu tidak akan dipersalahkan.

Mungkin nasihat agar kakak selalu mengalah dari adiknya bertujuan untuk menumbuhkan sikap melindungi dari sang kakak, dan mencegahnya bersikap menang-menangan mengingat secara fisik ia lebih besar dan kuat. Namun kita harus mengenalkan anak konsep yang benar, bahwa semua orang harus bersikap baik, tidak peduli apakah usianya muda atau lebih tua. Orang dinilai atas sikapnya bukan kondisinya.Nilai benar atau salah tidak mengenal usia, salah tetap salah, dan benar tetap benar, siapa pun pelaku dan berapapun usianya. Jika memang adik yang salah maka ialah yang harus mengalah meminta maaf.

Menyadari kekhilafan ini, saya pun tambah erat memeluk Aulia dan mengucapkan kata maaf berulang kali. Saya pun berusaha membujuk Fara untuk mengembalikan krayon dan meminta maaf kepada kakaknya. Ada perasaan lega dan syukur karena Allah masih berbaik hati mengingatkan saya untuk bisa memperbaiki diri melalui dua malaikat kecil saya yang kini sibuk mewarnai gambar dengan ceria.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline