Lihat ke Halaman Asli

Transformasi Serial Detektif di Televisi

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13505424421275446366

Serial Detektif atau Action bagi saya adalah oase hiburan yang tidak ada matinya. Tidak hanya sekedar menghibur tapi juga bisa menambah wawasan tentang hal-hal baru yang menarik, misalnya tentang ilmu kejiwaan, patologi forensik, ilmu kedokteran, arkeologi, dll. Tahun 1980-an , waktu saya SD ada beberapa serial detektif made in luar negeri yang sudah tayang di kanal TVRI dan RCTI, seperti Mc Gyver, Remington Steele, O'Hara, Hunter,  The Six Million Dollar Man, The A Team dan masih banyak lagi. [caption id="attachment_218575" align="aligncenter" width="597" caption="serial era 80-an"][/caption] Setiap serial mempunyai ciri khas tersendiri. Pierce Brosnan dengan gayanya yang flamboyan dan santai, Mc Gyver yang selalu punya ide-ide unik dalam memecahkan masalah dan The A Team yang kocak dan tidak terkalahkan membuat saya selalu menunggu jam tayangnya yang cuma seminggu satu kali. Yang menjadi catatan bagi saya, pada era ini walaupun judulnya film action, dan ada adegan kekerasan, tapi dikemas dalam frame yang soft dan layak ditonton semua kalangan. Kita juga diajak untuk berpikir kritis, analitik, tapi tetap ada unsur fun-nya. Walaupun teknologi special effectnya belum secanggih sekarang, tetap bisa diakali dengan alur cerita dan tema yang menarik. Bahkan Mc Gyver menonjol karena kemampuannya memberdayakan barang seadanya menjadi sangat usefull. Entah bagaimana, memasuki tahun 1990-an, seiring dengan makin banyaknya televisi swasta, serial ini tergeser dengan serial asli indonesia. Namun sayangnya, tidak ada yang bertemakan deteftif. Dulu saya sempat merasa kehilangan, hingga Indosiar menayangkan serial kartun Detective Conan dan Hajime Kindaichi di tahun 2000-an. Walaupun sudah membaca komiknya, menikmati versi televisi ternyata tidak membuat saya bosan. Sayangnya, Serial Conan pernah dicekal oleh KPI pada tahun 2008 karena dianggap tidak layak ditonton oleh anak kecil sebab merinci detail pembunuhan. How come ? padahal menurut saya lebih banyak hal positif yang bisa diambil dari serial Conan, seperti kesetiakawanan dan cara menghadapi masalah dan pemecahan yang cerdik. Herannya kok KPI gak pernah melarang tayangan sinetron yang amburadul penuh contoh-contoh buruk tentang iri dengki, caci maki dan cerita yang absurd.

13505451841855913854

Tahun 2006 RCTI pernah menayangkan serial bernuansa detektif yang dibintangi Dian Sasto, berjudul Dunia Tanpa Koma. Sayangnya, cerita nya masih nanggung karena masih lebih condong ke logika sinetron dengan sudut pengambilan gambar yang cenderung gelap. Walaupun mengusung aktor-aktor terkenal, ternyata serial ini cuma tayang beberapa episode.

1350545616428079882

Beruntung dengan makin murahnya berlangganan TV kabel, hasrat akan serial detektive saya tersalurkan lewat canel FOX dan FOX CRIME. Banyak judul dengan segala ciri khasnya masing-masing sering menjadi teman saya mengerjakan berbagai tugas rumah tangga. Maklum, sebagai wanita bekerja tanpa pembantu dengan dua balita, saya hanya bisa mengerjakan tugas seperti mengepel, memasak dan menyetrika baju setelah anak-anak tidur, kalau tidak setelah jam 9 malam ya dini hari mulai jam 4. Rasa lelah dan kantuk akan segera sirna jika ditemani serial seperti : Castle, Bones, Law & Order, Psy, Criminal Minds, Body of Proof, dll

1350546127993008789

Walaupun mempunyai cerita dan point of view yang berbeda, serial detektif era terkini mempunyai satu kesamaan, yaitu analisa kasus selalu dibantu dengan berbagai peralatan yang super duper canggih, berbeda dengan era tahun 1980-an yang lebih banyak mengandalkan intuisi, penilaian kejiwaan, dan alat bukti di lapangan. Papan tulis telah digeser dengan layar plasma touch screen, googling sumber data dibantu dengan komputer yang canggih yang bisa meretas ke berbagai basis data di seluruh pelosok, sehingga memudahkan penyusunan profil tersangka. Yang masih sama adalah selalu adanya kisah pribadi para tokohnya mulai dari percintaan dan konflik keluarga. Banyak hal yang bisa saya pelajari dari serial tersebut. Sebagai contoh, dalam bones, kita tahu bahwa jenis kelamin bisa dilihat hanya dari kerangkanya, atau bagaimana mengetahui usia seseorang dari bentuk rahang dan persendiaanya. Dan yang pasti, pesan yang majemuk disampaikan adalah bahwa seberapa hebat pun kejahatan ditutupi pada akhirnya akan terbuka kebenaranya, entah satu minggu atau sepuluh tahun lagi. Kapan ya di Indonesia ada sutradara yang bisa meramu cerita detektif dengan apik. Padahal tak kurang media meliput berbagai aksi kriminal yang sebenarnya bisa diolah menjadi sebuah cerita yang berbobot menggantikan cerita sinetron yang semakin imaginatif dan tidak logis. ps : foto diambil dari berbagi sumber via google

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline