Lihat ke Halaman Asli

Penempatan di Selindo (Seluruh Indonesia)

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya bersyukur mempunyai keluarga kecil yang bahagia, segalanya alhamdulillah tercukupi, tidak banyak tapi selalu cukup. Hidup di kota kecil Ungaran, suami saya bekerja di sebuah pabrik garment yang hanya 5 menit dari rumah. Berangkat pukul 7 dan pulang pukul 4. Begitu banyak waktu luang yang bisa diisi dengan kebersamaan, nonton tv, baca koran, ngopi, jalan2 di alon2 menemani anak main odong2, puter2 kota sampe larut malam hingga nongkrong di warung lesehan di pinggir jalan. Hari minggu kami gunakan untuk bermain ke rumah orang dan mertua, bergantian, atau piknik kecil ke tempat wisata dekat rumah.Begitu sederhana dan bagi saya itu adalah kehidupan paling romantis yang memang saya idamkan sejak dulu.
Tapi di sela2 obrolan, selalu saja ada sedikit kekecewaan yang tak sengaja terucap oleh suami, tentang mimpinya kerja di BUMN. Memang kami sudah saling mengenal sejak masa kuliah, dan dulu dengan sangat memohon saya melarang suami mencari kerja di luar kota kelahiran saya. Dan alhamdulillah beliau menyanggupi. Bukanya saya tidak menghargai keunggulan kota2 lain atau saya tidak mencintai seluruh wilayah di indonesia, tapi saya sangat nyaman tinggal di kota kecil ini dengan segala kesederhanaan dan keunikannya.
Jadi, suatu pagi di tahun 2011 ada sebuah lowongan baru di Bank BUMN dengan kualifikasi yang dimiliki oleh suami. Kenapa saya tertarik dengan lowongan tersebut, karena ada keterangan bahwa penempatan akan disesuaikan dengan lokasi tempat tinggal. Wah ini kesempatan langka...Maka kami sepakat akan mencoba peluang ini. Selain sebagai usaha menggapai mimpi suami juga sebagai penebusan rasa bersalah saya yg telah menahanya selama ini. Setelah berbagai tahapan tes, alhamdulillah akhirnya diterima, tapi penempatan akan ditentukan setelah masa pendidikan selama 6 bulan di Jakarta.
Babak baru kehidupan kami pun dimulai, dan dengan sangat dramatis. Hari keberangkatan suami adalah hari yg sama ketika saya sedang berusaha melahirkan anak ke-2 kami. Melahirkan sendirian tanpa ditunggui dan bahkan harus ditinggal pergi membuat perasaan saya sungguh kacau balau. Tapi saya kuatkan hati, ini demi mimpi suami, dan toh cuma 6 bulan saja.
Suami berjanji bahwa dia akan pulang seminggu sekali, secapek apapun, akan diusahakan. Sungguh saya terharu atas perngorbanannya. Ternyata semua tak semudah yang dibayangkan. Begitu banyak ruang kosong dalam hati kami berdua yang menggugat perpisahan ini, begitu pilu hati saya setiap si kakak menangis kangen papanya...minta jalan2 sore seperti biasanya. Uang dan Jaminan kesejahteraan bekerja di bank BUMN menjadi begitu tidak berarti dibandingkan kesenyapan setiap menit yang kami semua rasakan.
Mungkin ada yang menilai saya terlalu melodramatic, tapi bagi saya tiap orang punya kemampuan yang berbeda, ada yang memang sanggup hidup berjauhan dengan keluarga dan memang ada yg tak sanggup. Dan saya, begitu juga suami adalah orang kuno yang kadang lebih suka mengikuti pepatah lama "Makan gak makan asal kumpul..." Hidup memang sebuah pilihan, dan rasanya kami telah salah memilih.
Adanya harapan setelah 6 bulan akan kembali ke rumah selalu menjadi pendorong semangat yang luar bisa. Sampai pada waktunya hal tersebut rasanya tidak akan mungkin terwujud. Dekat dengan tempat tinggal dalam pengertian manajemen bank adalah dalam kisaran propinsi, dan lebih lanjut itu hanya untuk 2 tahun pertama, selanjutnya penempatanya akan di SELINDO alias seluruh indonesia, mengingat grade yang dimasuki setara dengan asisten manajer. Posisi saya sekarang sebagai PNS di dinas kabupaten akan menjadi suatu kendala jika suami harus dirotasi 2 tahun sekali. Artinya kami harus hidup terpisah entah sampai kapan.
Itu adalah gempat yang dasyat yang tidak pernah kami duga. Dan kami hanya bisa berdoa semoga diberikan petunjuk oleh Allah bagaimana menghadapi situasi ini. Dan Allah memang maha baik, entah bagaimana ada jalan dimana suami bisa mengundurkan diri dari bank tsb tanpa kena denda, dan alhamdulillah lagi tempat kerja asal masih mau menerima suami, karena belum ada yang menggantikan. Oh sungguh saya tak dapat berkata2 lagi selain alhamdulillah dan sujud syukur yang begitu dalam.

Saya selalu percaya bahwa keajaiban itu selalu ada di setiap doa, seperti keluargaku yang kini bisa berkumpul kembali. Kami jadi lebih menyukuri dan menikmati setiap kebersamaan, setiap hal2 kecil yang mungkin terlihat sepele. Bahagianya kami bisa mengikuti perkembangan pertumbuhan anak-anak kami setiap detik. Ada pepatah yang menyatakan bahwa kebahagiaan kadang tidak selalu bermuara pada uang, dan memang itu yg kami rasakan. Toh hidup hanya sekali dan tidak ingin rasanya saya menyesalinya suatu hari karena kurang memperhatikan dan merawat keluarga saya. Sekali lagi, hidup adalah pilihan, dan kami bersyukur masih diberi jalan oleh Allah untuk memilih tetap bersama dan bahagia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline