Lihat ke Halaman Asli

Lana D. Wirasasmita

Seorang pengelana kehidupan masa lalu, kini, dan masa yang akan datang

Kisah Terpendam di Pulau Tidung

Diperbarui: 27 Juli 2021   01:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Ini adalah sebuah catatan perjalanan yang telah lewat, namun sayang jika semua kenangan di dalamnya menguap begitu saja. Untuk itulah, melalui tulisan ini, saya mencoba berbagi cerita tentang pengalaman keluarga besar kami ketika berwisata ke Pulau Tidung. 

Bukanlah perkara mudah mengumpulkan satu keluarga besar dalam satu waktu. Namun, kali ini kami menyempatkan diri untuk dapat berkumpul dalam suatu wisata lokal bersama dengan sepupu, keponakan, sanak famili keluarga besar yang berdomisili di Jakarta, Bogor, dan Bandung yang berjumlah sekitar 30 orang. Terima kasih tak lupa kami haturkan kepada kakak kami tercinta, yang telah berbaik hati memfasilitasi perjalanan ini.

Pukul 3:00 WIB dini hari tanggal 5 Mei 2016, kami berangkat menuju dermaga Kali Adem di Muara Angke, Jakarta Utara menunggu kapal yang akan membawa kami ke Pulau Tidung, Kepulauan Seribu. Sebenarnya ada 2 opsi kapal menuju P. Tidung, yakni menggunakan kapal kayu dengan lokasi keberangkatan dari dermaga Kali Adem, Muara Angke, atau menggunakan speed boat dengan lokasi keberangkatan dari dermaga Pantai Marina, Ancol, Jakarta Utara. 

Harga tiket kapal tentunya berbeda. Berhubung kami berangkat dalam 1 rombongan besar, maka kami memilih paket tour yang sudah lengkap termasuk harga  tiket kapal, penginapan 2 malam, dan makan-minum selama menginap di sana, dengan harga Rp 350.000/orang. Jika kita memilih paket tour ini tetapi ingin menggunakan speed boat, maka perlu menambah biaya sekitar Rp 100-150 ribu/orang. Jangan lupa, kita juga perlu menambah biaya peron dan asuransi sebesar Rp 7000/orang.

Seyogianya, kami sudah bisa berangkat pukul 06.00 WIB, namun berhubung masih banyak anggota keluarga yang belum lengkap, jadi kami urungkan dan menunggu kapal berikutnya pukul 08.00 WIB. Namun ternyata kapal dengan keberangkatan pukul 08.00 WIB pagi ini pun sangat penuh sesak, sementara dalam rombongan kami banyak membawa anak kecil sehingga agak sulit jika kami harus memaksakan diri naik kapal ini. Singkat kata, setelah menunggu kapal yang agak lowong dan menunggu hujan reda, kami dapat berangkat pukul 14.00 WIB. Perjalanan ini memakan waktu sekitar 3 jam.

Setibanya di P. Tidung, kami langsung tercerai-berai mencari rumah penginapan masing-masing yang sebelumnya sudah dipesankan terlebih dahulu melalui tour agent. Rumah penginapan ini bisa diisi oleh 1 -- 2 keluarga dengan jumlah kamar bervariasi, ada yang 2-3 kamar, dilengkapi dengan AC, dan sudah termasuk makan dan minum dengan menu makanan rumahan sederhana. Jangan membayangkan rumah penginapan ini bak hotel berbintang di lokasi-lokasi wisata pada umumnya. Bagi kami ini sudah lebih dari cukup, karena yang terpenting adalah dapat berkumpul bersama keluarga besar dan mempererat tali silaturahmi.

Keesokan harinya, kami berpencar sesuai dengan minat masing-masing, ada yang snorkeling, befoto ria di spot-spot yang menarik dan instragamable, seperti Jembatan Cinta, atau berburu oleh-oleh khas P. Tidung, seperti baju pantai, kerajinan tangan khas pantai, ikan kering, atau kerupuk ikan. 

Di saat anggota keluarga lainnya asyik menikmati keseruannya masing-masing, saya justru melipir ke ujung sisi barat pulau dengan menyewa becak untuk menelusuri jejak sejarah yang terpendam di sini.

Asal muasal nama Tidung yang tersemat di pulau ini konon berasal dari nama seorang raja yang gagah berani dan sangat keras menentang penjajahan Belanda bernama Raja Pandita, pemimpin suku Tidung di Kalimantan Utara.

Setelah bertanya dan memperoleh petunjuk arah dari warga sekitar, akhirnya saya berhasil berkenalan dengan juru kunci makam ini, yang tak lain merupakan keturunan raja yang makamnya akan kami kunjungi yaitu, bapak Muhammad Nafsir dan selanjutnya beliau menuntun saya menuju area makam raja tersebut.

Sesampainya di depan pintu gerbang makam dengan dinding tembok yang cukup tinggi dan pintu pagar besi, jelas terlihat tulisan yang sangat besar di tembok, dan terbaca dari luar gerbang sebagai berikut:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline