Lihat ke Halaman Asli

Khoirul Muttaqin

IG: @bukutaqin

Jangan Lari, Aurel

Diperbarui: 4 April 2022   07:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Pixabay.com

"Kamu kenapa, Aurel! Aku tidak akan menyalahkanmu karena kematian Niken. Aku tahu kamu tidak bersalah. Tapi kumohon jangan lari menghindariku! Jangan takut denganku!" Suaraku lantang berteriak sambil berlari mengejar sahabatku, Aurel.

Isak tangis telihat dari kedua matanya saat berlari. Namun sama sekali dia tidak mempedulikanku. Aku terus mengejarnya.

"Aurel ...! Kumohon, jangan berlari! Aku tahu kamu sedih, Niken mati di sampingmu dan kamu tidak bisa apa-apa bukan? Aku tahu itu! Aku yakin kamu telah berusaha mencegah tapi gagal. Kumohon jangan lari dariku Aurel!"

Kumohon jangan lari Aurel, hanya kamu sahabat satu-satunya yang kumiliki saat ini. Kumohon.

Pohon-pohon di sekitar kami mulai lebat. Semakin rindang dan semakin menghalangi mataku melihat arah Aurel berlari.

Napasku terasa sesak dan peluh menjalari seluruh tubuh. Namun aku tetap mengejar Aurel. Dia tetap berlari menghindar. Mungkin Aurel syok dengan keadaan. Kamu tenanglah Aurel.

Teriakan-teriakan yang kulakukan memanggil Aurel sia-sia. Dia tetap berlari dan jarak kami semakin jauh. Sedangkan pohon-pohon semakin lebat.

Apa ini? Tebing? Saat aku menerjang dedaunan yang lebat terlihat tebing yang tinggi. Sedangkan di sebalahnya adalah jurang. Pasti Aurel berlari ke arah tengah-tengah antara tebing dan jurang.

Aku masih kuat, harus kuat, aku terus berlari di jalan satu-satunya yang ada di depanku.

Aurel ..., kamu akan baik-baik saja. Aku akan membawamu pulang dan menemanimu. Tak akan kubiarkan dirimu menderita karena kamu adalah sahabat berarti buatku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline