Pembahasan revisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait Parliamentary Thershold (PT) menjadi pertaruhan bagi keberlangsungan hak pemilih dari berbagai elemen rakyat multi suku, multi agama, golongan dan tersebar di berbagai wilayah di Indonesia untuk terwakilkan melalui partai politik di Parlemen.
Sebelumnya, Partai Golkar, NasDem dan PDIP getol mengusulkan PT mulai dari 7 sampai 10% untuk menyederhanakan parpol di DPR RI. Sebelumnya dalam UU No. 7 Tahun 2017 yang sedang dibahas PT adalah 4%. Usulan kenaikan tesebut merupakan usulan yang tidak realistis dan juga tidak sesuai dengan semangat keberagaman dari bangsa Indonesia yang terangkum dalam Bhinneka Tunggal Ika.
Tak Boleh Abaikan Hak Pemilih
Satu suara dari pemilih tetap dilindungi oleh konstitusi dan tidak boleh diabaikan. Sebab mewakili dari berbagai suku, agama, ras, dan golongan yang mutlak harus terwakili suaranya di DPR.
Melalui pemilu, hak pemilih dilindungi oleh konstitusi dengan memilih wakil di Parlemen. Hak ini mesti terwakilkan secara proporsional melalui multi parpol yang mewakili aspirasi pemilih.
Menaikkan PT menjadi 7% cenderung menghilangkan hak pemilih yang minoritas. Sebab angka tersebut terlalu tinggi, yang berdampak pada banyaknya perolehan suara yang tidak bisa dihitung, karena saluran partainya tidak lolos ambang batas untuk menuju parlemen baik pusat atau daerah.
Terlebih kondisi Indonesia dianugrahkan banyak karakter beragam, ketidakterwakilkan ini dapat memicu ketidakstabilan politik dan kontra produktif untuk proses politik yang sehat bagi demokrasi.
Demokrat Pertahankan PT 4%
Mewakili suara dan aspirasi pemilih dari beragam latar belakang guna memperjuangkan aspirasi dengan terwakilkan, wakil rakyat dari Fraksi Demokrat Didik Mukrianto mengingatkan agar revisi UU no 7 tahun 2017 tentang penetapan PT, tidak boleh mengabaikan pemilih yang akan semakin banyak kehilangan wakilnya jika ambang batas itu terlalu tinggi.
"Penetapan Parliamentary Threshold dalam pembahasan RUU Revisi UU Pemilu harus didasarkan kepada terwujudnya kualitas pemilu yang lebih baik termasuk penguatan sistem ketatanegaraan, dan penghargaan yang tinggi terhadap suara masyarakat yang menggunakan hak pilihnya dalam pemilu," ujar Didik Mukrianto yang diberitakan oleh sindonews.com, Rabu (10/6/2020).
Penetapan PT 4% menurut Anggota Komisi III DPR telah diperhitungkan dengan cermat dengan mendasarkan kepada pelaksanaan pemilu-pemilu sebelumnya, tidak didasarkan pada emosional atau secara gegabah. Dampak positif pada pemilu 2014 adalah meningkatnya jumlah suara dalam Pemilu yang tidak terwakili di DPR.
"Selain hal fundamental tersebut di atas dapat Kami sampaikan bahwa mendasarkan kepada praktik empiris selama ini, peningkatan Parliamentary tidak otomatis mengurangi jumlah parpol yang memperoleh kursi di DPR kalau itu ditujukan untuk penyederhanaan parpol. Pada Pemilu 2014 di mana ambang batas dinaikkan menjadi 3,5% dari PT sebelumnya yaitu 2,5% saat Pemilu 2009, justru pada Pemilu 2014 ada tambahan 1 parpol di DPR," ulasnya.