Lihat ke Halaman Asli

Piye (Ra) Penak Jamanku Tho..?

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13376602861263536623

Bukan karena orde reformasi lebih korup dibanding orde baru, lantas sebagian pihak menganggap orba lebih baik dari reformasi. Bukan berarti korupsi yang dilakukan Suharto dan kroninya lebih sedikit, lalu dianggap saat ini korupsi menjadi-jadi. Justru korupsi pada masa Suharto lah yang sesungguhnya menyengsarakan rakyat, dimana hampir seluruh uang negara yang ‘dijarah’ Suharto dan keluarganya dilarikan ke luar negeri. Situasi ini jelas berbeda dengan modus korupsi paling kini dimana uang hasil korupsi berputar di dalam negeri. Keduanya menimbulkan situasi yang berbeda bagi kondisi ekonomi negeri dan kesejahteraan warga negara pada umumnya.

Kejatuhan Suharto yang diperingati setiap tanggal 21 Mei menjadi penanda pergeseran kekuasaan dari diktatur-otoriter ke demokrasi-liberal. Pun demikian dengan pusaran kekayaan negara dimana Jakarta sebagai sentra ekonomi-politik harus berbagi dengan daerah dalam konsep desentralisasi secara otonom. Uang negara tumpah ke mana-mana sampai ke peri-peri. Guna mencegah kebocoran yang semakin lebar, dibentuklah lembaga semacam KPK. Tentu berbeda mengontrol uang negara dalam situasi yang otoriteristik dan demokratistik.

Bayangkan jika dulu orde baru bisa berbangga dengan SD inpres yang dibangunnya sedangkan saat ini sekolah gratis 12 tahun di mana-mana. Apa yang membuat Suharto disebut sebagai bapak pembangunan sedangkan kini jalan hotmix mengaspal hingga ke pelosok kampung, jembatan golden gate dibangun di Madura. Dari mana uang untuk menggratiskan pendidikan dan dari mana uang untuk membangun mega proyek pembangunan di daerah-daerah maupun di Jakarta itu.

1500 Trilyun rupiah APBN. Bandingkan dengan APBN orde baru yang hanya berkisar di angka 50 Trilyun rupiah seperti yang sering didengar saat laporan khusus atau pidato presiden kala itu. Selisih yang begitu besar meskipun telah dikonversi sesuai kurs yang berlaku di masing-masing tahun. Dalam tinjauan awam ini dapat dilihat betapa koruptif, kolutif dan nepotisnya orde baru dalam mengelola negara. Bedanya tentu, saat ini Indonesia hidup dalam kebebasan pers dan kekuasaan telah terdistribusi sedemikian rupa. Demikian halnya dengan pusaran uang yang sebelumnya terpusat, tertutup dan tersimpan rapi di luar negeri, kini bisa dinikmati oleh semua putra daerah yang turut berkontribusi dalam meningkatkan ekonomi serta kesejahteraan rakyat. Piye, penak endi saiki karo dek emben..?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline