Lihat ke Halaman Asli

Urgensi Audit Masjid di Indonesia

Diperbarui: 28 Mei 2016   00:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Masjid berasal dari bahasa arab yaitu isim makanyang menunjukkan kata tempat, jadi secara umum merupakan tempat sujud, dengan kata lain merupakan tempat untuk melakukan ibadah shalat. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa untuk melakukan sujud atau shalat tidak terikat pada tempat tertentu, melainkan dapat dilakukan dimanapun selama tempat tersebut merupakan tempat yang suci dan bukan merupakan tempat yang dilarang. Hal ini berdasarkan pada hadits nabi Muhammad SAW:

وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا ً

Artinya: “Dijadikan bumi untukku sebagai tempat sujud dan suci lagi mensucikan.

فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ

Artinya: “Maka di mana saja salah seorang dari umatku mendapati waktu shalat hendaklah ia shalat”.

Dari kedua hadis tersebut di ketahui bahwa tanah di muka bumi ini adalah suci lagi mensucikan, maka dapat gunakan sebagai tempat untuk melakukan ibadah.

      Pengertian masjid jika ditinjau  secara sosiologis, yang berkembang pada masyarakat Indonesia, yang dapat dipahami sebagai suatu tempat atau bangunan yang digunakan oleh umat muslim unutk melakukan ibadah shalat baik itu shalat rawatib maupun shalat sunnah.  Namun pada hakikatnya Masjid bukan hanya tempat untuk melaksanakan ibadah secara rutin, akan tetapi juga sebagai tempat untuk melaksanakan segala aktivitas orang Islam yang berkaitan dengan kepatuhan kepada Allah SWT.

      Pada dasarnya segala kegiatan dan aktivitas yang dilakukan di masjid  tentu membutuhkan dana. Oleh karena itu eksistensi masjid sebagai tempat ibadah mahdhahtidak bisa dipisahkan dari pengelolaan dana yang berasal dari sumbangan umat Islam yang tidak mengharapkan adanya balasan ataupun imbalan apapun, kecuali mengharapkan ridha Allah SWT. Namun demikian tetap adanya tuntutan transparansi dan akuntabilitas oleh pengurus masjid (ta’mir) dalam pengelolaan dana umat Islam tersebut. Meskipun realitanya telah ada upaya transparansi dalam pengeloaannya, dengan ditunjukkan melaui pengumuman keadaan kas oleh ta’mir masjid yang biasanya dilakukan sebelum shalat jum’at, namun hal ini masih dianggap kurang transparan. Oleh karena itu dibutuhkan adanya audit untuk memastikan bahwa dana yang dikeloal tersebut telah benar-benar di gunakan untuk kepentingan umat.

      Isu tentang adanya audit terhadap masjid merupakan isu yang baru. Namun untuk peranapannya telah dilakukan di beberapa masjid di negara Amerika Serikat, akan tetapi untuk konteks audit masjid di Indonesia secara umum belum ditemukan untuk audit secara rutin. Isu audit di Indoensia muncul ketika terdapat ditemukan beberapa penyelewengan dana yang dilakukan di beberapa masjid terkait pembangunan dan renovasinya. Sebagai contoh masjid Agung Maros di Sulawesi Selatan yang diduga dikorupsi milliaran rupiah, ada juga kasus penyelewengan dana proyek Masjid Jami Al-Amin di Kelurahan Tanjung Palas Hilir, kabupaten Bulungan, dan beberapa masjid lainnya.

Meskipun audit terhadap masjid dilakukan hanya sebatas pada kegiatan pembangunan dan renovasinya, akan tetapi tidak ada salahnya ketika pelaksanaan audit tersebut diterapkan untuk mengaudit aktivitas keuangan masjid, karena tidak menutup kemungkinan adanya penyelewengan dana yang dilakukan oleh beberapa oknum pengurus masjid yang kurang bertanggung jawab. Oleh karena itu adanya audit masjid ini akan mengungkap apabila terjadi penyelewengan dana, kalaupun tidak ditemukan adanya penyelewengan dana masjid, setidaknya akan memberikan transparansi pengelolaan dana sehinggan akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap ta’mir masjid tersbut.

Adanya isu audit masjid ini merupakan suatu konsep yang jitu dalam melakukan transparasi dan akutabilitas pengelolaan dana sumbangan yang diberikan oleh masyarakat. Namun kemudian timbul masalah tentang feeyang diberikan untuk auditor. Untuk mendatangkan seorang auditor tentu bukan lah permaslahan yang mudah, karena mengingat adanya fee yang harus dibayarkan kepada auditor.oleh karena itu adanya usulan tentang audit dengan bayar yang rendah dan bahkan secara sukarela untuk melakukan audit masjid. Dalam hal ini penulis kurang setuju dengan adanya usulan audit sukarela ini. Mengingat seorang akuntan merupakan suatu profesi yang professional layaknya dokter, psikolog, dan beberapa profesi lainnya. Penulis berargumen bahwa audit sukarela ini akan menurunkan nilai profesionalitas seorang akuntan atau auditor.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline