Perkembangan system ekonomi Islam pada saat sekarang ini masih terus mengalami perkembangan yang positif. Dimana hal tersebut dapat kita lihat dengan ditandai dengan semakin banyaknya perbankan Islam yang muncul, bahkan beberapa lembaga keuangan yang berbasis konvensional misalnya bank BRI, bank BNI, bank Mandiri, dll, telah mulai menerapkan system keuangan yang berbasis syariah, seperti bank BRI syariah, bank BNI syariah, dan bank Mandiri syariah. Perkembangan ekonomi Islam ini tidak hanya sebatas pada lembaga perbankan, akan tetapi telah mulai merambah pada sektor keuangan yang lain seperti pasar modal, asuransi, dll.
Dengan munculnya lembaga keuangan islam tersebut secara umum tentunya memiliki perbedaan dengan lembaga keuangan lainnya. Dimana lembaga keuangan Islam dalam pengoprasionalannya tentunya menerapkan prinsip-prinsip yang sesuai dengan syariah. Penerapan prinsip-prinsip syariah ini telah ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur’an, sebagaimana yang terdapat dalam surah Al-Jasiyah ayat 18:
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِنَ الْأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya: “Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (Q.S. Al Jatsiayh:18).
Makna dari kata “syariah” dalam ayat tersebut adalah perintah untuk menerapkan prinsip-prinsip Islam dan menjadikannya sebagai kerangka atau pedoman dalam melakukan segala aktivitas. Dalam hal ini penerapan kata syariah dalam lembaga keuangan adalah menerapkan prinsip-prinsip islam dalam segala aktivitas yang dilakukannya. Oleh karena itu untuk senantiasa memastikan kesesuaian (Compliance) lembaga keuangan Islam terhadap prinsip-prinsip Islam, diperlukan adanya audit.
Dalam AAOIFI GSIFI audit syariah adalah laporan internal syariah yang bersifat independen atau bagian dari audit internal yang melakukan pengujian dan pengevaluasian melalui pendekatan aturan syariah, fatwa-fatwa, instruksi dan lain sebagainya yang diterbitkan fatwa IFI dan lembaga supervisi syariah. Secara umum tujuan Audit dalam Islam adalah melihat dan memeriksa operasional, mengontrol dan melaporkan transaksi dan akad yang sesuai dengan aturan dan hukum Islam untuk memberikan manfaat, kebenaran, kepercayaan dan laporan yang adil dalam pengambilan keputusan.
Pada dasarnya aktivitas audit terdapat dalam Al-Qur’an maupun hadits. Diantaranya adalah yang terdapat dalam surah Al-Infitar ayat 10 sampai 12:
وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ(10) كِرَامًا كَاتِبِين (11)يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ
Artinya: “Padahal Sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
وتَفَقَّدَ الطَّيْرَ فَقَالَ مَا لِيَ لا أَرَى الْهُدْهُدَ أَمْ كَانَ مِنَ الْغَائِبِينَ (٢٠)لأعَذِّبَنَّهُ عَذَابًا شَدِيدًا أَوْ لأذْبَحَنَّهُ أَوْ لَيَأْتِيَنِّي بِسُلْطَانٍ مُبِينٍ
Artinya : “Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata, "Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah ia termasuk yang tidak hadir? Pasti akan kuhukum ia dengan hukuman yang berat atau kusembelih ia, kecuali jika ia datang kepadaku dengan alasan yang jelas.”