Kompetensi merupakan hal yang sangat penting yang harus dimiliki oleh seorang auditor baik itu auditor pada umumnya maupun auditor syariah. Karena dengan adanya kompetensi yang dimiliki seorang auditor ini akan menunjukkan kualitas auditor dalam melaksanakan tugasnya dalam melakukan auditing. Kompetensi tersebut akan terwujud daalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesionalitas dalam menjalankan fungsinya sebagai seorang auditor syariah.
Auditor syariah sendiri muncul seiring dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah, di mana adanya tuntutan pada lembaga keuangan untuk memenuhi standar regulasi yang berlaku dan juga pemenuhan pada standar prinsip-prinsip syariah dalam operasionalnya. Adanya keharuasan sesuai dengan standar pada prinsip-prinsip syariah inilah yang menjadikan perbedaan mendasar antara audit pada umumnya dan audit syariah. Audit yang pada umumnya (audit konvensional), dalam melakukan pelaporan, masih dipertanyakan apakah pelaporannya telah dilakukan dengan benar dan jujur. Dalam melakukan peloporan dengan benar dan jujur, maka diperlukan adanya kompetensi yang memadai dalam hal pengetahuan dan keterampilan untuk menerapkan teknik-teknik tertentu untuk memverifikasi laporan keuangan. Maka dari itu pada dasarnya fungsi audit syariah dalam Islam jauh lebih penting, karena akuntabilitas atau tanggung jawab seorang auditor dalam Islam bukan hanya kepada pemangku kepentingan, melainkan juga pada Allah SWT. Karena seorang muslim percaya bahwa segala tindakan dan kelakuannya di awasi oleh Allah SWT
Berkaitan dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang auditor internal syariah maupun auditor eksternal syariah, maka kompetensi secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu soft competency dan hard competency. Soft competency sebenarnya merupakan bagian yang mempengaruhi hard competency seorang auditor syariah. Faktor bawaan yang dimiliki ini kemudian menghasilkan perilaku keahlian dan menghasilkan hasil kinerja dan pengalaman. Seorang auditor syariah pada umunya yang telah menempuh pendidikan baik itu ilmu akuntansi dan ilmu syariah, tujuannya adalah untuk memperoleh pengetahuan dasar tentang ilmu tersebut dan juga untuk memperoleh skill. Berdasarkan ilmu dan skill inilah yang kemudian dapat digunakan dan diterapkan dalam suatu perusahaan atau organisasi. Namun seiring berkembangnya waktu, skill dan ilmu ini kemudian tidak lagi sesuai karena terdapat beberapa auditor yang yang memiliki ilmu, pandai dan mahir, akan tetapi perilakunya masih kurang. Oleh karena itu dibutuhkan adanya soft competency.
Soft Competency dan Hard Competency
Soft competency sendiri dapat diartikan sebagai suatu kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan atau keahlian untuk mengelola proses pekerjaan dan hubungan antar sesama. Misalnya integritas (integrity), kepemimpinan (leadership), komunikasi (Communication), dll. Seorang auditor syariah semestinya memiliki softcompetency yaitu integrity dan leadership. Integritas dibutuhkan oleh seorang auditor karena dalam melakukan auditing diharuskan adanya independen dalam kaitannya dengan mengidentifikasi, menganalisis, menetapkan akar masalah, bahkan sampai mengeluarkan rekomendasi solusi (internal audit). Integritas biasanya identic dengan compliance. Selain integritas, leadership juga dibutuhkan karena dalam melakukan auditing, seoarang auditor syariah juga tentunya akan berhubungan dengan berbagai jenis tipe manusia, oleh karena itu seorang auditor harus memiliki kompetensi kepemimpinan.
Adapun hard competencyadalah suatu jenis kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan fungsional atau tekhnis suatu pekerjaan. Misalnya: pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skill). Seorang auditor syariah dituntut harus memiliki pengetahuan dasar yang memadai, baik pengetahuan umum berupa ilmu akuntansi, auditing, ekonomi, dll, maupun pengetahuan syariah berupa fiqh muamalah, dll. Untuk memiliki pengetahuan dasar, terutama akuntansi dan auditing, dapat diperoleh melalui pendidikan formal yang diikuti oleh auditor pada tingkat pendidikan di perguruan tinggi, sedangkan keterampilan (skill) pada umumnya dapat diperoleh melalui praktek, pelatihan, kursus, dll.
Namun pada saat sekarang ini permasalahan yang timbul berkaitan dengan auditor syariah adalah masih kurangnya auditor syariah yang memiliki ilmu pengetahuan yang memadai, dalam artian bahwa masih adanya ketimpangan pengetahuan antara ilmu syariah dan ilmu akuntansi. Yang banyak kita dapati saat sekarang ini seorang auditor yang memiliki ilmu syariah, cenderung tidak atau kurang menguasasi ilmu akuntansi. Sebaliknya seorang auditor yang memiliki ilmu akuntansi, cenderung kurang atau tidak memiliki ilmu syariah.
Adanya ketimpangan ilmu yang dimiliki oleh auditor syariah ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya karena auditor syariah masih dianggap sebagi pelengkap dalam audit keuangan, selain itu juga belum ditemukannya opini pada audit syariah sebagaimana yang terdapat pada audit pada umumnya. Selain itu juga penyebab terjadinya ketimpangan antara pengetahuan syariah dan akuntansi, karena kurangnya lembaga pendidikan yang mengdukung program tersebut. yaitu lembaga pendidikan yang mengajarkan keduanya secara bersamaan. Di Indonesia sendiri lembaga pendidikan yang mengajarkan kedua pengetahuan tersebut masih kurang, yaitu perguruan tinggi negeri yang berbasis keislaman, dan beberapa perguruan tinggi swasta. Sedangkan di Malaysia perguruan tinggi yang memiliki jurusan yang berkaitan dengan perbankan syariah khususnya ilmu perbankan, akuntansi, dan keuangan syariah hanya terdapat pada satu perguruan tinggi yaitu Universitas Sains Islam Malaysia (USIM). Kemudian yang menjadi masalah baru adalah tidak semua lulusan perguruan tinggi yang mengajarkan kedua pengetahuan tersebut tertarik untuk bergabung dan bekerja pada lembaga keuangan Islam. Hal ini tentunya akan menyebabkan kurangnya sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni.
Untuk pengembangan keterampilan (skill) dapat diperoleh dari pelatihan pada lembaga-lembaga pelatihan yang telah tersedia. Di Indonesia telah banyak lembaga yang menawarkan untuk pelatihan audit, diantaranya Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA), Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), dll. Selain menawarkan pelatihan, lembaga-lembaga tersebut juga melakukan sertifikasi profesi audit. Sertifikasi audit ini dianggap penting karena bertujuan untuk melakukan pengujian tentang kualitas, proses dan kegiatannya telah sesuai dengan standar. Adanya sertifikat audit tersebut dapat menunjukkan kompetensi dan profesionalitas seorang auditor, dan juga sertifikat ini merupakan bukti kemampuan dan pengetahuan seorang auditor dalam bidang auditing.
Masalah ketimpangan atau ketidaksesuaian ini sebenarnya bukan merupakan masalah yang baru, akan tetapi masalah ini telah muncul sejak awal berkembangnya lembaga keuangan syariah modern pada tahun 1970-an dan seharusnya telah menjadi pembelajaran dan catatan penting bagi para auditor syariah untuk dapat memiliki kompetensi dan pengetahuan yang baik dalam pengetahuan syariah maupun pengetahuan akuntansi. Selain itu pengembangan skill dan sertifikasi juga diperlukan harus menjadi perhatian bagi auditor syariah sehingga dapat meningkatkan kompetensi auditor syariah. Pesatnya pertumbuhan lembaga keuangan Islam belakangan ini tentunya membutuhkan auditor yang kompeten.
Muhammad Fakhri Amir