Lihat ke Halaman Asli

Bugi Kabul Sumirat

TERVERIFIKASI

author, editor, blogger, storyteller, dan peneliti di BRIN

Iket Kepala Tradisional untuk Ngabuburit dan Bukber

Diperbarui: 24 Mei 2019   21:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengenakan Udeng Bali - saat ngabuburit/bukber (dokpri)

Kebiasaan saya untuk lebih sering mengenakan topi - terutama topi dengan bentuk yang disebut dengan topi 'pak Tino Sidin' dibanding dengan tidak mengenakan topi, menjadi semacam 'branding' atau ciri pribadi saya. Jadi kalau yang namanya kang Bugi, identik dengan topinya itu, topi pak Tino Sidin. Yah ... selang-selinglah dengan topi biasa.

Tapi akhir-akhir ini koleksi topi saya bertambah dengan topi tradisional. Ada rasa berbeda saat saya mengenakan topi tradisional itu. Rasa nasionalisme saya meningkat. Apalagi keinginan meningkatkan serta menularkan rasa nasionalisme itu muncul, kalau tidak salah sejak masa pilkada DKI lalu yang bertendensi mencabik-cabik rasa nasionalisme, rasa kebangsaan yang berusaha ditutupi dengan paham agama yang keliru. Dengan ikat kepala, itu upaya saya untuk melawan kegalauan saya tersebut.

Beberapa koleksi saya antara lain bendo (blangkonnya orang Sunda - kebetulan saya berlatar belakang dari etnis Sunda), totopong atau iket, udeng - iket kepala orang Bali, iketnya orang Baduy yang berwarna putih (Baduy Dalam) dan iket Baduy berwarna biru motif (Baduy Luar), iket Batak Toba - tenunan  Batak Toba yang digunakan sebagai iket kepala.

Mengenakan bendo - iket kepala Sunda (dokpri)

iket kepala Sunda di acara bukber (dokpri)

Iket kepala yang saya gunakan - saat dipakai, seperti menyemangati bahwa kita itu Indonesia dan jangan malu menggunakan dan menonjolkan keIndonesiaan kita. Banyak pula yang melontarkan pujian dengan iket tradisional yang saya gunakan, "Bagus pak Bugi iket kepalanya." begitu pujian yang saya biasa dengar. Biasanya sayapun menimpali,"iya nih iket kepala tradisional memang bagus-bagus, ayo coba pakai dong." Saya langsung memprovokasi untuk mulai menggunakan  ciri tradisional bangsa kita.

Mengenakan Udeng bareng anak ku (dokpri)

Secara tradisional, iket atau totopong atau bendo, blangkon atau udeng dan lain sebagainya, merupakan penutup kepala dari kain yang merupakan bagian dari kelengkapan sehari-hari pria. Biasanya ditemui sebagai pakaian pelengkap sehari-hari masyarakat tradisional.  Bahkan, di sebagian masyarakat tradisional, iket kepala ini dipercayai dapat melindungi dari serangan roh-roh jahat. Namun, kepercayaan itu sudah tidak berlaku lagi.

Iket juga digunakan di upacara-upacara maupun acara-acara adat atau acara yang bernuansa kedaerahan.

Kali ini, di beberapa acara ngabuburit dan bukber, tidak ketinggalan saya menggunakan iket tradisional tersebut. Di foto kedua, saya menggunakan iket Sunda bernama bendo. Nuansa batik Jawa Barat berwarna campuran ungu dan merah marun, membuat bendo tersebut kelihatan sangat bagus dikenakan di kepala.

Sementara di foto pertama, saya mengenakan udeng, iket kepala khas Bali. Udeng yang saya kenakan memiliki ciri khas warnanya sangat kalem, dengan nuansa dominan warna hijau kehitam-hitaman dan bentuk sisa lipatan kainnya itu agak tinggi menjulang ke atas di kedua sisinya. Biasanya kita melihat udeng hanya tinggi di satu sisi. Tapi udeng yang saya kenakan ini tinggi di kedua sisinya. Terlihat sangat charming dan nyaman digunakan.

Saat salatpun - setelah berbuka puasa, bendo dan udeng ini dapat digunakan, tinggal agak ditarik sedikit ke belakang agar dahi dapat menyentuh langsung tempat sujud saat salat.

Mengenakan iket kepala tersebut saat bukber ataupun ngabuburit menambah semarak Ramadan yang saya lalui.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline