Lihat ke Halaman Asli

Bugi Kabul Sumirat

TERVERIFIKASI

author, editor, blogger, storyteller, dan peneliti di BRIN

Sokola Kaki Langit, Mengembangkan Empati Kaum Muda Makassar

Diperbarui: 4 April 2017   22:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kegiatan outdoor Sekola Kaki Langit di pelosok Kabupaten Barru / dokumentasi pribadi

Sokola Kaki Langit (SKL), bagi yang belum mengenal akan keberadaan SKL ini,  merupakan sarana pendidikan non-formal bagi anak-anak di daerah terpencil/pelosok di beberapa lokasi binaan SKL di Sulawesi Selatan yang bertujuan untuk membantu anak-anak tersebut mendapatkan pengajaran yang lebih baik.

SKL didirikan oleh Andi Mey Kumalasari Juanda, seorang wanita muda kelahiran Soppeng. Memiliki nama yang mirip-mirip dengan Sokola Rimba-nya Butet Manurung, memang diakui oleh Andi, yang adalah alumni UNM ini, Sokola Rimba telah menjadi salah satu inspirasinya mendirikan SKL. Namun SKL tidak meniru mentah-mentah Sokola Rimba yang sudah cukup terkenal itu.  SKL memiliki ciri khasnya tersendiri.

SKL, yang didirikan pada tahun 2014 ditanggal 28 Desember ini telah memiliki sekitar 270 relawan pengajar dengan cakupan 3 (tiga) desa binaan,  yaitu Dusun Umpungeng - Kab.  Soppeng serta Dusun Panggalungan & Dusun Maroanging,  keduanya berada di Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan. Diantara target SKL ini adalah berdirinya 1 (satu) rumah baca di setiap desa binaan SKL.

Salah satu kegiatan indoor Sekolah Kaki Langit di lokasi desa binaan / dokumentasi pribadi

Kegiatan-kegiatan khas SKL terbagi kedalam 3 (tiga)  bagian,  yaitu:

1. Rumah baca - minimal satu disetiap lokasi desa binaan,

2. Proyek berbagi, dalam kegiatan ini,  SKL menjadi wadah mereka yang ingin menyalurkan sumbangannya seperti dalam bentuk: buku (layak baca) ,  pakaian (layak pakai) dan uang,

3. Ikhlas Pemuda, merupakan perluasan dari materi yang biasanya dilakukan di dalam kelas,  kegiatan ini dilakukan di luar kelas/jam sekolah.  Merupakan pengembangan minat & bakat pemuda-pemuda di sekitar desa binaan, biasanya berupa olah-raga, menyanyi, puisi, drama hingga crafting/prakarya - yang biasanya memanfaatkan barang-barang bekas/tidak terpakai.

Pendiri Sokola Kaki Langit: A. M. Kumalasari Juanda / dokumentasi pribadi

Berdasarkan pengalaman para relawan SKL,  seperti dituturkan secara luas oleh salah seorang relawannya,  yaitu Achmad Teguh Saputro - yang biasa disapa dengan Teguh,  menjadi relawan SKL lebih banyak sukanya dibandingkan dukanya.

"saya sangat menikmatinya,  pak,  sangat berkesan. " begitu ujar Teguh menjawab pertanyaan saya tentang kesan-kesannya sebagai relawan SKL.

Teguh, yang sehari-harinya adalah mahasiswa semester VI jurusan Informatika di STMIK Dipanegara ini, menceritakan pengalaman-pengalaman dan kesan-kesannya menjadi relawan SKL.

Kegembiraan anak-anak dengan kedatangan tim Sokola Kaki Langit / dokumentasi pribadi

Ia, walaupun sudah mendengar tentang SKL semenjak tahun 2014, tapi baru tergerak melibatkan diri menjadi relawan SKL di tahun 2016 lalu. Yang menimbulkan ketertarikannya itu adalah pertanyaan-pertanyaannya sendiri terhadap kegiatan SKL yaitu: Mengapa SKL harus dilaksanakan di pelosok-pelosok, padahal, di kota besarpun banyak membutuhkan pendidikan non formal semacam itu?
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline