Lihat ke Halaman Asli

Bugi Kabul Sumirat

TERVERIFIKASI

author, editor, blogger, storyteller, dan peneliti di BRIN

Maaf, Saya Tidak (mau) Hidup dalam Syak Wasangka

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12935874121263105634

[caption id="attachment_82293" align="alignright" width="300" caption="Ilustrasi"][/caption] Temen saya yang sudah lama tidak bertemu dengan saya, sekali bertemu langsung keluhan yang disampaikan,"eh.. tahu ga... aku ternyata tuh dijengkelin, diomongin, dijelekin sama si Warty (sebut saja namanya demikian) lho, Warty nyebarin berita bohong, dia bilang aku ngejelekin dia di depan umum, aku dibilang ngejelekin Warty dengan berkomentar ngomongnyalah yang membingungkan pada saat ada acara kumpul-kumpul, yang bodohlah karena tidak tahu dimana meletakkan pengharum toilet yang benar sampe aku tertawa terbahak-bahak, yang ga ngerti buka tutup saus tomatlah ... dan ..." "Stop... stop... jangan lanjutkan ... please ada apa nih?" tanya saya keheranan. Tidak ada hujan dan angin, langsung mendengar berita-berita aneh seperti ini. "Sudah lama ga ketemu, bukannya bawa berita yang baik-baik dan enak di dengar, tapi malah bawa gosip ga karuan gitu." "Ini bukan gosip, tapi kenyataan kale." Timpal teman saya itu. "Kalau aku sekarang dengar beritanya bukan dari si Warty langsung, itu namanya ya gosip juga bo." Sahut saya berusaha meredam crocosannya. Tapi rupanya interupsi saya tidak ampuh, kalah oleh emosinya yang meledak-ledak itu, dan ia tetap melanjutkan ceritanya. Rupanya, masih menurut dia, si Warty itu jadinya merasa tersinggung oleh ulahnya, seperti yang sudah disampaikannya di atas itu dengan tambahan penjelasan yang panjang lebar. "Suer deh, aku waktu itu ga ngomong aneh-aneh kok, emang penjelasannya waktu itu membingungkan ga tau apa yang diomonginnya, ya aku bilang langsung toh dan pada saat kejadian apa yang saya sampaikan, menjadi bagian dari kumpul-kumpul kita yang penuh nuansa keakraban, saling bercanda ria, so kalau memang membingungkan, ya saya bilang itu membingungkan, masa' saya harus pura-pura ngerti, ga ada maksud apa-apa dibaliknya dan lagi, soal pengharum toilet di rumahnya, emang aku yang mindahin, itu juga atas permintaan dia, aku bilang ini salah tempat dan aku bantu dia lha..  dia bukannya terima kasih sudah aku benerin letak pengharum toiletnya, juga sudah aku kasih tahu bagaimana buka tutup saus tomatnya yang benar, malah ngomongin aku, ngejelek-jelekin aku di belakang, bodoh ya bodoh ae, tolol ya tolol ae dan ..". "Hush, sudah, stop, ga boleh gitu." Potong saya. "ga baik ngerasani wong, ga ada lagi orangnya." Kemudian komentar saya lanjutkan, "maaf ya, bukan saya tidak menghargai informasi yang kamu berikan, tapi bagi saya, that was not a case, ga ada masalah apa2 kok. Dan saya harap kamu tidak akan terpengaruh sama sekali. Kalau Warty merasa punya masalah dengan kamu biarkan saja, itu urusan dia, selama dia tidak menyampaikannya ke kamu, anggap itu tidak ada masalah, dan biarkan hingga nanti dia tergerak hatinya untuk langsung menyampaikan hal itu ke kamu. Lagipula, seharusnya, kalau dia baik hatinya, dia seharusnya menyampaikan apa yang ada dipikirannya pada saat ia merasa kamu menyinggungnya, ya pada saat kejadian dan tidak membawanya pulang, disimpan di hati menjadi dendam kesumat dan kemudian DICERITAKAN ke orang lain yang justru tidak tahu asal usul kejadian  seperti yang Warty sebutkan. Hal itu sama juga em u mu en a na ef i fi ek ... munafik. Jadi sekarang saya minta juga kamu tidak usah mempermasalahkan tersebut, kalau kamu memang melakukan sesuatu yang benar, yakini itu, biarkan saja ketidak benaran itu disebarluaskan oleh Warty, kamu tidak usah ikut jengkel, wong yang disampaikannya adalah fitnah dan cermin kebodohannya sendiri kok. Tuhan itu Maha Adil, dia nanti yang akan 'memberikan' bantuan penyelesaiannya, sabar saja. Dan lagi, kalau kamu bersikap sama seperti Warty, jadi apa bedanya kamu sama dia, sama buruknya dong". Lanjut saya untuk meyakinkan tidak meneruskan lagi ceritanya. "Lho kok bawa-bawa Tuhan sih?" sahutnya. "lha iya lah, mau apa lagi. Kalau orang seperti Warty itu, sudah susah diberi pengertian, karena tampaknya sudah terlalu yakin bahwa apa yang selalu dalam persepsinya, yang selalu dalam pikirannya dan yang selalu jadi pendapatnya adalah benar, padahal itu adalah persepsi hasil dari kesimpulan negatif yang diambilnya. Tahu sendiri kan, kalau kesimpulan negatif yang jadi acuannya, maka persepsinya jadi negatif. Tapi kalau dia 'bangga' dan 'bahagia' dengan kebiasaan buruknya itu, just let's her do it. Dalam hal ini, Warty bisa kita jadikan 'contoh baik' buat kita untuk tidak mencontoh perilakunya yang negatif itu, dan untuk tidak berpikiran pendek dan picik seperti itu, jadi kita belajar dari kesalahan yang dilakukan orang lain, tanpa kita perlu berbuat salah terlebih dahulu." Untuk teman saya itu, saya ucapkan terima kasih mau berbagi cerita ini dengan saya. Hari ini saya belajar lagi satu nilai kehidupan nyata bahwa ada orang (kalau tidak mau saya sebutkan banyak) yang 'bangga' dan 'bahagia' untuk hidup dalam dunia yang penuh syak wasangka, menyebarkan fitnah dan jelek menjelekkan tanpa berani mengungkapkan langsung syak wasangkanya itu kepada pihak yang dituju, mungkin karena dia tidak yakin juga akan kebenaran yang dimilikinya dan juga tanpa menyadari bahwa apa yang dilakukannya itu tidak benar. Saya lebih memilih untuk bangga dan bahagia dengan tidak hidup dalam syak wasangka, itu melelahkan. Salam hangat Kompasiana. Albury, 29 Desember 2010 [Sumber ilustrasi: http://www.mylot.com/w/photokeywords/backstabbing.aspx]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline