Lihat ke Halaman Asli

Jatuh dan Bangun

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

semua tak disangka dan dikira. semua berjalan dengan begitu cepatnya.

apalah daya Tuhan berkehendak, pasti ada jalan.

aku memang manusia yang biasa, tak sempurna, tapi aku yakin akan menjadi manusia yang di atas rata-rata.

aku berasal dari keluarga yang biasa pula, bukan keluarga yang terpandang, keluarga yang sederhana, di kampung yang segar dan indah membahana.

ekonomi keluarga biasa saja, bapak memang PNS yang bergaji 3jtan dan ibu hanya ibu rumah tagga biasa yang mengurusi keluarganya di rumah, tapi memang sudah paradigmanya orang kampung, banyak anak banyak rejeki. aku anak ke-3 dari 10 bersaudara, jadi ibuku harus ekstra mikir untuk mengatur keuangan keluarga. "rizki mah ti mana we, rizki itu dari mana aja" kata ibuku.

hidup berawal dari mimpi. itu yang terngiang di telingaku.

tak di sangka-sangka, seorang "abudzar" yang kampungan, kere, dan kumel, bisa melanjutkan pendidikan sampai perguruan tinggi.

Alhamdulillah, waktu MTs (SMP Islam) aku selalu ranking tiga besar di kelas sehingga aku mendapatkan beasiswa meskipun tidak 100% dari sekolah. aku berniat melanjutkan ke SMA, dengan SMA favorit, SMAN 1. namun apalah daya, orang tua tak berkenan dan menyarankan untuk sekolah di swasta saja yang SPP-nya tidak terlalu tinggi. namun aku tetap ingin ke SMA negeri. dengan niat yang kuat, aku tunjukan nilai akhir selama di MTs kepada bapakku. aku akan membuktikan bahwa aku bisa tembus SMA favorit. dan Alhamdulillah pula, aku lolos.

tapi di awal keberhasilanku itu, ada kendala, yaitu soal biaya. bapakku tidak sering berkata banyak, bahkan lebih banyak diam soal keuangan. "kamu sekarang mah jangan pikirin biaya, biar bapak aja mikir itu mah" kata beliau. bapak ku memang agak pemalu. dan tidak di sangka, mungkin dari tabungannya atau pinjam dari tetangga, bapak bisa membayar biaya awal masuk SMA-ku.

selama SMA, aku berniat untuk mencari beasiswa sebisa mungkin, untuk mengurangi beban bapak. ini buka MTs lagi tapi SMA favorit yang saingannya super ketat untuk mendapatkan ranking di kelas. dan secara otomatis, biasanya aku ranking 1 atau 2, tiba-tiba terjun payung menjadi ranking 8. semester 2 malah lebih parah, ranking 9. sesak memang, tapi itu di awal saja. aku mulai bangkit dari keterpurukan, semester 3 (kelas XI) aku bisa ranking 4 dan sampai lulus meskipun bukan 3 besar tapi alhamdulillah 5 besar dapat diraih.

permasalahan pun belum usai, tujuan selanjutnya yaitu ke Perguruan Tinggi. serasa klimaks dalam hikayat, pada waktu itu aku pikir inilah puncak permasalahan. entah dari mana uang yang akan dikeluarkan untuk biaya kuliah. aku pun tidak bisa diam saja. aku sudah dekat dengan Ibu Sandra, guru BP sekolah. aku bertanya kepada beliau apakah ada beasiswa atau tidak. alhamdulillah aku mendapatkan info tentang Bidik Misi. aku cari tahu mulai dari internet, samapai kakak kelas yang lolos beasiswa tersebut. di kampungku memang tidak ada internet, tetapi selama MTs dan SMA aku tinggal di rumah Ua' ibu kota kecamatan. yaa meskipun bukan kota tapi rame dan agak kota jadi ada internet. aku mendapat info bahwa mulai tahun itu (2011) Bidik Misi hanya jenis beasiswa, bukan jenis seleksi masuk perguruan tinggi. seleksi perguruan tingginya menggunakan SNMPTN, ada undangan dan ada ujian tulis. dan pendaftarannya pun  di mulai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline