Lihat ke Halaman Asli

Budyo Leksono

Senang Berbagi

Belajar Gagal-1

Diperbarui: 15 Juni 2023   12:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.genpi.co/

BELAJAR GAGAL- 1

Ketika penulis masih sekolah dulu, peristiwa menerima rapor pada semester genap, tepatnya saat kenaikan kelas, selalu dewarnai dengan suasana yang tegang, cemas, kawatir dan kegelisahan yang lain akan nasib, apakah naik kelas atau tinggal kelas. Dan setelah menerima rapor, tidak langsung dibuka, tetapi didekap erat. Saling tatap dengan teman yang lain, dilanjutkan dengan permintaan untuk membuka buku rapornya terlebih dahulu sementara milik sendiri enggan untuk dibuka lebih dahulu.

Dan tawa lepas penuh kegirangan pun terlontar setelah tangan yang bergetar membuka buku rapor dan membaca tulisan tebal berwarna biru yang berbunyi NAIK KE KELAS. Tidak jarang kegembiraan ini disertai dengan saling rangkul untuk melampiaskan kegembiraan antar teman yang sama-sama bergembira karena naik kelas.

Di sudut yang lain ada yang tertunduk lesu bahkan ada yang menangis, karena tulisan yang tertera di buku rapornya berwarna merah dan berbunyi TIDAK NAIK.

Bagi yang bernasib baik berhasil naik kelas, merasakan kebahagiaan seakan jerih lelah yang dilakukan selama dua semester, pagi harus bergegas berangkat sekolah agar tidak terlambat dan mendapat hukuman atau bergegas karena bertugas piket kebersihan kelas atau tugas kewajiban yang lain, merasa lega atas jerih lelah mengerjakan tugas yang banyak dan bertubi dari semua guru mata pelajaran.

Sebuah kepuasan dan kebahagiaan yang sulit tergambarkan, sehingga banyak orang tua yang secara khusus merayakan kenaikan kelas anaknya dengan pesta, makan bersama, nonton, rekreasi atau bentuk yang lain.

Tidak jarang juga anak-anak  yang tidak berani pulang karena di rapornya bertuliskan warna merah TIDAK NAIK. Bagi mereka yang mengalami kegagalan ini, merupakan kepedihan yang teramat dalam. Rasa malu dengan teman-teman sekelasnya, rasa malu dengan teman-teman baru yang berasal dari adik kelasnya nanti, takut dikatakan anak bodoh karena tidak naik kelas, takut dimarahi orang tua, semua perasaan dan pikiran buruk itu bercampur aduk, menjadikan mereka bak anak hilang yang tidak tahu apa  yang harus dilakukan.

Fenomena seperti itu sudah tidak terjadi lagi pada anak-anak sekolah saat ini, setidaknya di daerah saya berada saat ini. Jika dahulu saat guru membagikan kertas hasil ulangan dinantikan dengan penuh kekawatiran, dan menjadi sangat sedih ketika dilihat hasil ulangannya buruk. Sebaliknya akan tersenyum lebar saat angka yang tertulis di lembar jawaban ulangan tercantum angka di atas angka 70.

Saat ini tidak lagi saya temukan anak  yang menangis sedih saat hasil ulangannya jelek. Jangankan menangis, sikap pedulipun tidak tampak. mereka maju ke depan untuk mengambil hasil ulanganpun karena dipanggil guru. Seandainya tumpukan hasil ulangan itu diletakkan di meja guru, kemudian anak-anak disuruh mengambil sendiripun mungkin tidak akan diambil. Ya mereka seolah tidak membutuhkan itu.

Saat ini kita akan kesulitan menemukan anak yang menangis sedih karena hasil ulangannya jelek. Sebaliknya pemandangan  yang menggelikan justru yang kita dapatkan. Dengan nilai jelek bahkan nilai mati di bawah 50 pun mereka sambut dengan tawa tanpa rasa sesal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline