Lihat ke Halaman Asli

Setelah Ahmadinejad, Clinton dan Erdogan Kini Giliran Jokowi

Diperbarui: 18 Juni 2015   07:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14043105422053165469

Sebenarnya sudah lama ingin menuliskan tulisan ini, sebuah tulisan yang mampu menjelaskan setiap pilihan yang saya ambil termasuk pemilihan Presiden RI 2014-2019. Bukan sekedar melangkah tanpa tujuan apalagi sekedar mengikuti arah angin karena kita bukanlah ‘layang-layang’.

Beberapa kawan sering bertanya "pilih yang nomor 1 atau 2 mas?", dan sering juga ku jawab "rahasia dong, inikan pilihan masing-masing". Saat sepi, menjelang tidur sering bertanya kembali ke dalam hati "apa kah sikapku sudah benar memberikan jawaban terus menerus dengan jawaban diplomatis, jawaban ambigu, jawaban yang hanya mengambil aman, jawaban yang ingin terdengar bahwa budy orang yang santun, menghormati perbedaan sehingga perlu dihormati!, apa kah demikian sikap saling menghormati? Diam, santun, sedang yang lain bebas mengekspresikan pendapatnya... No, no, no. It’s not my way. Apakah jika kita berbeda pendapat lantas kita bermusuhan?”

Saya sadar sepenuhnya bahwa banyak orang kehilangan teman, sahabat bahkan keluarga karena berbeda dalam pilihan politik. Namun saya berpikir positif saja bahwa teman, sahabat dan keluargaku BERBEDA. Berbeda karena saya bisa memahami pilihan mereka dan mereka bisa memahami pilian saya. Dalam tataran hak menentukan pilihan ini saya setuju dengan Filosof Jerman yaitu Friedrich Nietzche (1886) “Jensit Güte und Böse” (Beyond good and Evil/ tidak baik dan tidak buruk).



Mengenal Sosok Jokowi

Pertama kali saya tahu nama jokowi yaitu saat mendengar cerita mengenai metode Jokowi dalam mengelola atau tepatnya merelokasi para pedagang kaki lima dengan tangan dingin, tanpa adanya kekerasan. Berbeda dengan cara-cara yang biasa dilakukan. Dari situ saya mulai bertanya dan membaca siapa sebenarnya sosok Jokowi itu?

Beberapa tahun meninggalkan tanah air untuk menuntut ilmu saya merasa senang dan terus mengikuti perkembangan ketika beliau maju menjadi calon Gubernur Jakarta hingga terpilih menjadi Gubernur. Dan kini menjadi salah satu Capres 2014-2019 bersama Jusuf Kalla bersaing dg Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa.



Track record

Apa pertimbanga utama dalam memilih? Karena saya bukan pakar politik, maka saya merasa antuaias untuk membaca, menyimak dan belajar dari para pakar baik dari referensi buku, koran (biasanya koran online), media sosial dan diskusi. Sering dikatakan bahwa dalam memilih kita harus melihat track record. Siapa yang akan kita pilih. Maka dari sini jelas saya bertanya apa yang telah dilakukan Jokowi dan Prabowo sampai saat ini?

Apa yang telah dilakukan Jokowi selama menjadi Walikota Solo?

Apa yang telah dilakukan Jokowi selama menjadi Gubernur DKI Jakarta?

Apa yang telah dilakukan Prabowo selama menjadi TNI Angkatan Darat?

Apa yang telah dilakukan Prabowo sejak diberhentikan dari TNI hingga menjadi Capres?

Apa yang telah dilakukan Prabowo selama memimpin Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI)?

Dan pertanyaan apa, mengapa dan bagaimana lainnya yang bisa kita dapatkan informasinya dari sumber-sumber terpercaya.

Saya sangat suka dengan gaya bicara Prabowo saat berorasi dan berdebat. Namun masih sama seperti politikus-politikus sebelumnya yang tajam di panggung namun tumpul di lapangan, bukan kah kita sudah kenyang mendengarkan lantunan-lantunan janji para politikus sebelumnya. Bukan kah rakyat Indonesia kini sudah cerdas. Katanya!

Hal berbeda yang saya lihat dari Jokowi, ia bicara dari pengalaman dan berbaur langsung pada masyarakat. Memang benar permasalahan banjir di Jakarta belum tuntas, namun saat rakyat sibuk mengangkat barang ia juga berada di tengah-tengah masyarakat, ikut merasakan apa yang dialami oleh rakyatnya.

Lebih jauh, saya melihat jokowi maju sebagai presiden karena prestasinya. Jauh sebelum ia dicalonkan sebagai Capres oleh PDIP rakyat sudah berteriak bahwa beliau harus maju menjadi salah satu calon hingga Megawati tak mampu membendung keinginan rakyat tersebut. Artinya jokowi ‘diangkat oleh rakyat’ untuk dipilih sebagai Capres bukan sebaliknya ‘mengangkat dirinya sendiri’ untuk dipilih sebagai Capres.

Di luar negeri kami bisa melihat langsung hingga membandingkan keadaan politik yang berlangsung di negara tempat studi dengan tanah air. Saya hanya ingin mengatakan bahwa banyak pemimpin besar dan telah terbukti kerjanya ketika pemimpin itu memimpin dari bawah, seperti Mantan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad yang pernah menjadi Walikota Taheran, Perdana Menteri Turki Recep Teyyip Erdogan yang sebelumnya menjabat sebagai Guberur Istanbul, mantan Presiden USA Bill Cinton Gubernur Arkansas (Salah satu negara bagian di USA). Saya punya dugaan kuat, kenapa mereka mampu mengemban amanah itu, jelas karena mereka bekerja bukan dari wacana, janji semata melainkan dari pengalaman yang telah mereka rasakan langsung selama memimpin di lapangan.

Saya setuju sekali dengan konsep Revolusi Mental ala Jokowi. Sebuah konsep yang mengedepankan pembangunan mental masyarakat yang kini sedang mengalami dilema.

Jika revolusi mental ini berhasil diterapkan maka ‘Generasi Emas’ yang diidam-idamkan oleh bangsa Indonesia tidak hanya menjadi mimpi indah di siang bolong melainkan sebuah keniscayaan. Semoga!

Terakhir, saya ingin katakan bahwa sudah saatnya Indonesia mendapatkan pemimpin yang lahir dari rakyat, pandai bertindak, sedikit berbicara, ikut merasakan jerih payah keringat para tukang becak, dan mau menghapus tangisan anak jalanan yang kelaparan dan sosok itu ada pada Jokowi. Saya tidak ingin garudaku berlumuran darah merah tapi saya ingin garuda asli yang penuh kebhinekaan, bhineka tunggal ika.

Salam dua jari!

Istanbul, Turki, 2/7/2014

@budysugandi




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline