Lihat ke Halaman Asli

Sekolahrumah: "Biarlah anaku bahagia dengan apa yang ia inginkan, bukan yang saya cita-citakan".

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Seorang pemerhati pendidikan, simpatisan sekolahrumah, menulis di facebook: "Biarlah anaku bahagia dengan apa yang ia inginkan, bukan yang saya cita-citakan".

Pernyataan tersebut di atas tidak jarang saya dengar. Tentu saja keluarga yang normal ingin anaknya berbahagia. Pemahamannya kurang lebih adalah: keinginan dan cita-cita orangtua bukanlah yang utama, orangtua tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada anak, biarlah anak-anak berkembang sesuai dengan keinginannya dan mereka akan bahagia dengan demikian.

Dalam praktek bersekolahrumah, salah satu pendekatan belajarnya adalah 'children driven learning'; belajar terserah anak, tidak boleh dipaksakan, anak yang tidak berbahagia dalam belajar tidak akan membuat dia bertambah cerdas.

Bagi saya, pernyataan di atas mengandung bahaya dan tidak bisa diterima begitu saja. Silakan renungi dan lihatlah ke sekeliling, termasuk mencermati anak-anak kita sendri.

Usaha Sadar dan Terencana

Definisi Pendidikan adalah "usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya...". Mesti dipahami bahwa pendidikan (termasuk bersekolahrumah), adalah usaha sadar dan terencana; bukan insidentil, hit n run, dan mestilah sungguh-sungguh terkendali. Anak bisa belajar apapun, dimanapun, kapanpu, dengan siapapun; tetapi ketika pembelajaran itu tidak terencana dan kebetulan saja terjadi, maka itu bukanlah suatu pendidikan.

Metode children driven learning, atau unschoolingi mengandung filosofi yang bagus dan telah teruji menghasilkan anak-anak yang kreatif dan spesialis; tetapi dalam penerapannya di negri kita hal ini patutlah dicermati kembali. Jangan sampai malah menjadi metode mau-maunya anak dan sebisanya orangtua. Tanpa kesadaran dan perencanaan sama sekali.

Aruspokok pendidikan nasional adalah pendidikan formal, bisa dilihat dari anggaran, waktu dan energi yang dicadangkan pemerintah untuk pendidikan formal, dibandingkan yang dialokasikan untuk pendidikan nonformal informal (Dirjen PNFI). Standar nasional pendidikan adalah acuan utama pencapaian pendidikan formal/nonformal serta anak-anak dari jalur pendidikan informal yang ingin memperoleh pengakuan.

Kebutuhan akan ijasah/pengakuan jelaslah sangat penting, tanpa pengakuan ini tidak akan bisa menapaki jenjang pendidikan (formal) yang lebih tinggi. Untuk anak yang belajar dengan metode semau gue tersebut di atas, memperoleh pengakuan dan ijasan nasional bukanlah perkara sulit. Bukan karena standar kompetensi nasional yang rendah, tetapi proses UN yang penuh kecurangan dan mengemban misi politik pendidikan daerah.

Apa yang diinginkan anak-anak?

Banyak sekali saya berjumpa dengan anak-anak sekolahrumah by accident. Anak-anak yang masuk jalur pendidikan informal karena drop out dari sekolah formal. Sebagian besar anak DO tersebut bukan karena kurang cerdas, tetapi karena keinginannya berbeda dengan keinginan sekolah (formal). Mereka ingin tidur sampai siang, sekolahnya masuk pagi; mereka ingin seharian fesbukan atau game online, sekolah memberikan banyak PR. Maunya belajar jadi pembalap atau penyanyi, sekolah menghendaki belajar matematika. Sebagian besar anak drop out sekolahformal dan menjadi homeschooler (entah yang tunggal atau bergabung dengan komunitas hs yang telah ada), karena tidak dapat menyelaraskan/mengendalikan  keinginan dirinya sendiri dengan apa yang dimaui sekolah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline