Abu Ubaidah digambarkan sebagai tokoh kunci dalam menangkal propaganda militer Zionis Israel di tengah konflik berlanjut antara Hamas-Israel, sejak 7 Oktober 2023 lalu. Sebagai juru bicara Brigade Izz ad-Din al-Qassam, sayap militer Hamas, ia telah menjadi favorit media, baik media asing yang pro-Palestina maupun pro-Zionis.
Pernyataannya mengenai jalannya pertempuran telah menarik perhatian internasional, dan berhasil meruntuhkan tembok propaganda militer Zionis yang tebal. Ini menunjukkan bahwa konflik Hamas-Israel telah berubah menjadi medan pertempuran informasi di mana kedua belah pihak berusaha untuk menang, dengan Abu Ubaidah berhasil menahan propaganda Zionis, yang diwakili oleh juru bicara IDF Daniel Hagari.
Rizq Hamadeh, seorang pemuda dari bagian timur Nablus, Palestina, menyatakan, "Pidatonya menyegarkan jiwa! Dia memberikan pidato seolah-olah itu adalah kekuatan harapan baru yang tak pernah berakhir kepada Allah," ujarnya dengan penuh antusias menunggu pidato Abu Ubaidah setiap hari.
Dalam konflik ini, Hamas menyadari peran penting media sebagai alat untuk mendapatkan simpati internasional. Kehadiran Ubaidah tidak hanya sebagai representasi tetapi juga sebagai "duta" Hamas yang berhasil membangun narasi kemenangan dan nilai-nilai yang diperjuangkan organisasi militan di Gaza itu. Pengaruhnya bahkan melampaui Pemimpin Tertinggi Hamas Ismail Haniyeh, yang kurang terlihat sepanjang konflik ini.
Ubaidah tidak sendirian dalam merancang kampanye perjuangan patriotik melawan Zionis. Dipastikan ada sebuah tim yang berdedikasi mengelola data dan informasi yang diambil dari medan pertempuran. Tidak heran jika rilis-rilis Ubaidah berisi informasi terperinci tentang jumlah tank Merkava dan peralatan militer Zionis lainnya yang dihancurkan pejuang Hamas, didukung oleh tayangan visual yang kuat tentang perlawanan patriotik dalam pertempuran jarak dekat.
Pemilihan kata dan gambar oleh tim media Ubaidah menunjukkan kemampuan mereka menggunakan teknik komunikasi yang efektif. Demikian juga dengan saluran media sosial yang digunakan, terutama Twitter (X) dan Telegram, yang telah berhasil menembus blokade kebijakan media sosial utama yang cenderung pro-Zionis.
Berbagai video pertempuran versi Hamas yang menjadi viral telah mengguncang dunia militer. Dukungan literasi global membuat tujuan pejuang Hamas dalam memerdekakan Palestina meraih simpati internasional. Seruan "Free for Palestine" dan "From River to The Sea" yang bergema di berbagai kota di seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat yang dikenal sebagai pelindung Zionis Israel, dapat diatribusikan pada peran komunikasi aktif yang dimainkan oleh Ubaidah dan rekan-rekannya.
Sebaliknya, Zionis Israel berupaya tekun membangun narasi Hamas sebagai kekuatan teroris, label bias yang sering dikumandangkan di Barat. Melalui juru bicara IDF Daniel Hagari, penjajah Zionis berusaha keras untuk mendapatkan pengakuan dunia bahwa tindakan militer mereka dapat dibenarkan. Kampanye propaganda massif melalui media pro-Zionis, mencoba memoles kehebatan militer mereka.
Namun, pada kenyataannya, agresi militer mereka, yang mencari pembenaran sebagai balasan atas tindakan Hamas di awal konflik, gagal membangkitkan dukungan moral global. Sebaliknya, aksi militer mereka dianggap barbar, menargetkan populasi sipil (wanita, anak-anak, dan orang tua) dan infrastruktur sosial – sebuah pelanggaran terhadap aturan perang internasional. Akibatnya, propaganda mereka, yang mempromosikan ketidakadilan dan penindasan, dianggap sebagai kebohongan.
Propaganda IDF terlihat dikemas dengan cara konservatif. Substansi pesan mereka penuh dengan asumsi-asumsi yang absurd untuk membenarkan agresi militer mereka. Melihat reaksi di saluran media sosial yang mereka kelola, jelas bahwa netizen di seluruh dunia lebih banyak menyatakan kecaman dan kutukan yang tak berujung. Informasi yang disampaikan malah menjadi bumerang yang menyudutkan IDF sendiri.
Kegagalan mereka memahami masyarakat dunia yang semakin melek media sosial membuat rezim Zionis terhempas di ranah media digital. Bahkan, netizen Indonesia yang dikenal dengan komentar tajamnya berhasil "merujak" para prajurit IDF, membuktikan keefektifan media sosial dalam meruntuhkan moral mereka.