Pertapa renta yang lemah itu tiba2 menarik tangan lembut Sita ketika sang dewi mengulurkan tangannya keluar dari pagar gaib yang dibuat Laksmana. Sita tersungkur kedalam dekapan pertapa yang sudah berubah menjadi raksasa. Ia adalah Rahwana yang menyamar, sementara patihnya, Detya Marica menyamar menjadi kijang emas untuk memancing Rama dan Laksmana menjauh meninggalkan Sita. Rahwana terbahak, suaranya menggelegar, sepuluh kepalanya keluar melambangkan nafsu2 duniawinya.
Sita menjerit, berontak, tapi teramat lemah. Rahwana melesat ke angkasa menggendong Sita, meninggalkan Detya Marica yang tewas di ujung panah Rama yang disusul Laksmana. Dua ksatria itu hanya mendengar sayup2 jerit dan tangis Sita, yang semakin lama semakin menjauh.
Di angkasa, Rahwana justru semakin menggelegar nafsunya setiap Sita meronta. Ia sudah tidak sabar merebahkan sang dewi di ranjangnya di istana Alengka. Kini ia percaya bahwa Sita adalah jelmaan Dewi Widowati yang gagal dimilikinya karena memilih menceburkan diri kedalam perapian. Membayangkan kenangan itu, makin kuat dekapan Rahwana ke tubuh mungil Sita. Tapi tiba2 angin yang teramat keras menghempaskan Rahwana, sampai2 Sita terlepas dari pelukannya. Rahwana kaget, sekelebat ia melihat seekor burung menukik turun menyelamatkan Sita. "Rahwana, tak terkira kejahatanmu mengambil paksa istri orang.
Bahkan alam semesta memalingkan muka karena malu melihat kedurjanaanmu. Aku adalah Jatayu, sahabat Ramadewa yang istrinya kau culik itu. Aku tidak akan membiarkanmu melakukan kejahatan ini selagi aku masih hidup". Rahwana sadar dari kagetnya, terutama setelah memandang sita yang terkulai dalam genggaman Jatayu. Tersingkap kainnya yang menggelegakkan nafsunya hingga tercekat tenggorokannya. Semua itu justru membuatnya bertekad cepat2 menghabisi burung yang mengaku sahabat Ramadewa itu.
Maka dipanggilnya pedang sakti, dan pertarungan sengit terjadi di angkasa. Jatayu berhasil mematuk Rahwana hingga tewas dan melayang jatuh. Tapi lihatlah, Rahwana bangkit segar bugar ketika tubuhnya menyentuh bumi. Itulah kekuatan aji Pancasona, yang membuat Rahwana akan selalu hidup kembali setiap badannya menyentuh bumi. Itulah berkah Ibu Pertiwi yang diajarkan Subali ketika tertipu oleh siasat licik Rahwana.
Kemarahan Rahwana memuncak. Ia melesat ke angkasa mengejar Jatayu yang hendak mengembalikan Sita kepada Ramadewa. Ayunan pedangnya bergulung2 menimbulkan bara api yang membakar langit. Satu pukulan menghantam tubuh Jatayu, hingga Jatayu tersungkur, bulunya bertebaran di angkasa. Matanya berkunang2, kesadarannya memudar. "Sita, maafkan aku. Aku gagal melindungimu, karena siapakah yang mampu mengalahkan kejahatan yang bertahta pada diri Rahwana ?
Terlalu kuat tekad kejahatannya, hingga kebenaran masih harus menumbuhkan diri dalam wujud kesedihan suamimu, Ramadewa, agar suatu saat menjelma menjadi kekuatan dan tekad yang mampu mengalahkan kejahatan Rahwana. Kamu juga akan menderita, Sita. Kamu akan lama berada dalam kekuasaan Rahwana. Maka cabutlah sehelai buluku, gunakan sebagai tusuk kondemu. Bila rahwana hendak memaksamu melayani nafsunya, cabutlah konde itu, ia akan berubah menjadi pisau yang tajam berkilau.
Dengan begitu Rahwana tidak akan berani memaksamu. Ia pasti tidak mau kejadian Dewi Widowati terulang untuk kedua kali". Bertepatan dengan selesainya ucapan Jatayu, satu tebasan pedang Rahwana kembali menghantam tubuhnya. Jatayu tewas, genggamannya terlepas, tetapi Sita masih sempat melaksanakan pesan terakhir Jatayu. Ia mencabut sehelai bulu Jatayu, sebelum sang burung menukik dan menghujam tanah.
Di taman Argasoka, satu pojok terindah istana Alengka, Sita menunggu suaminya, Ramadewa, datang untuk membebaskan dirinya dan seluruh rakyat Alengka. Setiap Rahwana datang hendak merayunya, Sita cepat2 mencabut kondenya. Rahwana selalu mundur, takut Sita mengikuti jejak Dewi Widowati. Konde yang berubah menjadi pisau tajam berkilau itu memenuhi janji Jatayu untuk menjaga kehormatan Sita.
****
Begitulah Itihasa mengajarkan kesetiaan. Seorang sahabat sejati mengorbankan diri untuk melindungi milik sahabatnya. Ia bahkan mempersembahkan kekuatan terakhirnya untuk melindungi kehormatan sahabatnya. Terkait kesetiaan ini, dalam Hindu dikenal ajaran Panca Satya, yaitu 5 jenis kesetiaan.
1. Satya Semaya, setia kepada janji. Seorang abdi negara saat diangkat mengucapkan sumpah setia kepada Pancasila, UUD 45 dan untuk mengabdikan diri mengemban tugas. Tapi nyatanya banyak yang korupsi, bermanuver untuk kepentingan pribadi dan membuat gaduh merugikan kepentingan rakyat, sampai2 Presiden harus mengingatkan "Saya sebagai panglima tertinggi seluruh matra, memerintahkan ...". Kalau semua abdi negara setia kepada sumpahnya, betapa teduh dan majunya bangsa ini.