Didepan presiden yang memiliki slogan "kerja kerja kerja", Tifatul Sembiring, kader PKS yang dikenal sebagai partai religius itu, mendoakan Presiden Joko Widodo yang menurutnya semakin kurus agar semakin gemuk. Doa ini menjadi kontroversial karena bagi sebagian orang, kurus atau gemuk tidaklah relevan apalagi untuk disampaikan dalam sidang mulia yang dihadiri orang2 terhormat. Kalau om Tif cukup gentle, cobalah saat berdoa dirumah dengan istri, doakan istri dengan doa yang sama : "Ya tuhan gemukkanlah istri hamba".
Gemuk, bagi sebagian orang adalah hantu yang paling menakutkan. Banyak orang rela merogoh saku dalam2 agar setidaknya terlihat kurus. Tentu saja itu tidak berlaku bagi para peternak. Doa mereka untuk ternak mungkin mirip dengan doa om Tif, dan itu relevan. Karena kualitas ternak terletak pada bobot badannya, bukan volume otaknya apalagi visi dan kinerjanya.
Tapi ngomong2 soal doa, apa sih pentingnya berdoa ? Kalau benar Tuhan sudah maha tahu, untuk apa doa panjang2 ? Bukankah cukup sampaikan "ya Tuhan kau tahu yang ku mau. kabulkanlah harapanku" ?. Tapi kadang2, manusia berdoa, apalagi doa di ruang publik, tidak saja untuk Tuhan, tapi untuk diketahui oleh manusia lainnya. Seorang pemuda yang jatuh cinta memposting doa panjang tentang isi hatinya, dengan harapan dibaca oleh gadis pujaannya. Seorang politisi berdoa agar didengar oleh penguasa. Karena disampaikan oleh politisi untuk penguasa, bisa jadi doa itu lebih merupakan statement politik.
Di sisi lain, doa tergantung dari keyakinan. Penganut keyakinan yang berbeda akan menyampaikan doa yang berbeda, karena didasari keyakinan yang berbeda tentang relasi mahluk dengan penciptanya. Ada orang2 yang percaya bahwa kesuksesan dunia dan --utamanya -- kebaikan pada periode pasca kehidupan cukup diperoleh dengan menganut keyakinan tertentu. Keyakinan adalah kunci tunggal untuk membuka pintu sorga. Dalam keyakinan ini, perbuatan, kerja, tidak terlalu relevan. Argumen mereka, sebaik apapun anda belajar, sekuat apapun anda melakukan praktikum, anda tak akan mendapat ijazah bila tak masuk universitas. Dan tentu saja, mereka percaya bahwa keyakinan mereka adalah satu2nya "universitas" yang "registered".
Dalam keyakinan Hindu, jalan agama, doa, hanyalah satu dari 4 jalan yang diajarkan Tuhan untuk dapat sampai kepadaNYA. Jalan ini disebut jalan bhakti. Diluar itu masih ada 3 jalan lain yaitu jalan kerja (karma), jalan pengetahuan (jnana) dan jalan disiplin spiritual (yoga). Keempat jalan itu sama kualitasnya, bisa saling memperkuat dan tentu saja bisa saling menegasikan. Doa yang baik dan khusuk akan membawa pada kebaikan bila didukung oleh kerja keras dan didasari pengetahuan. Sebaliknya sekuat dan sebaik apapun sebuah doa, tidak akan menghasilkan apa2 bila melakukan perbuatan yang negatif. Memakai parfum sebaik apapun di badan, bila kaki diolesi kotoran, maka outputnya tidak akan maksimal. Itu hukum alam, logis dan verified.
Dalam itihasa Mahabharata dikisahkan, di akhir Bharatayudha ketika semua senapati senior Korawa sudah tewas, Sangkuni masih berupaya mencuri kemenangan. Ia mendorong adiknya, Gandari, Ibu para Korawa, untuk menemui dan minta petunjuk Bhagavan Vyasa. Dari sang bhagavan, Gandari memperoleh petunjuk bahwa "tapa" (pengekangan diri dengan menutup kedua matanya sejak pernikahannya dengan Dhirastra yang buta) yang dilakukannya secara kuat dan konsisten selama bertahun2 bisa dikonversi menjadi kekuatan maha dahsyat dan dapat diberikan kepada Duryodana, satu2nya anaknya yang masih hidup. Kekuatan itu akan setara Vajra, senjata Dewa Indra.
Dengan kekuatan itu, tidak ada senjata yang dapat melukai Duryodana. Namun sang bhagavan juga mengingatkan, dengan menggunakan hasil tapanya itu maka Gandari kehilangan manfaat tapa itu untuk dirinya sendiri. Ibaratnya Gandari sudah menabung bertahun2, tetapi seluruh tabungan itu akan habis ketika ia memutuskan mentransfer kepada anaknya. Karena cinta yang begitu besar pada Duryodana, Gandari merelakan semua manfaat tapanya untuk anaknya itu. Maka Gandari meminta Duryodana untuk menemuinya secara pribadi, dalam keadaan tanpa busana. Namun pada akhirnya karma akan selalu menemukan jalannya. Duryodana, karena diganggu Vasudewa Krisna, memenuhi perintah ibunya tetapi menutupi bagian bawah tubuhnya. Dan kekuatan tapa Gandaripun hanya melindungi bagian atas tubuh Duryodana.
Bagian bawah yang tertutup itu menjadi titik lemah Duryodana. Dan titik ini pula yang menjadi jalan bagi Bima untuk melunasi sumpahnya. Dahulu, saat Drupadi dihina di balairung Hastinapura dimana saat itu Duryodana meminta Drupadi duduk dipangkuannya sambil menepuk2 pahanya sendiri, Bima bersumpah akan membunuh Duryodana dengan meremukkan pahanya.
Yang menarik adalah sekuel ketika Sangkuni mengundang Balarama, kakak Vasudewa Krisna, untuk masuk ke gelanggang politik tingkat tinggi yang sedang dijalankan Sangkuni di sisi Korawa dan Vasudewa Krisna di pihak Pandawa. Sangkuni yang menyadari kelemahan Duryodana akibat menutupi bagian bawah tubuhnya sehingga tidak menerima kekuatan tapa Gandari itu, meminta Balarama untuk melarang Vasudewa Krisna ikut campur dalam duel hidup mati antara Bima dan Duryodana. Sangkuni sangat paham, yang mengetahui kelemahan Duryodana dari pihak Pandawa hanya Krisna. Bila Sangkuni berhasil mengunci Krisna melalui Balarama, kelemahan Duryodana itu tidak akan diketahui Pandawa.
"Mengapa kamu terlalu memihak Pandawa, Krisna ? Bukankah kita seharusnya netral ?" Tanya Balarama.
"Tujuan dari inkarnasiku adalah menegakkan kebenaran, Kak. Dalam keillahianku Aku netral, tapi dalam inkarnasiku aku memiliki tujuan"