BPHTB DALAM PELAYANAN PEMERINTAH DAERAH (BANTUL)
Seiring dengan bergulirnya reformasi sejak 1998 diikuti dengan otonomi daerah baik di tingkat I (provinsi) maupun di tingkat II (kabupaten Kota) banyak perubahan yang dialami di negeri ini, termasuk masalah perpajakan, diantaranya BPHTB yang tadinya pajak pusat, akhirnya sejak berlakunya UU no 28 tahun 2009 menjadi pajak daerah. Dengan segala plus minusnya ditangani oleh pemerintah daerah (Bantul) berikut diulaskan sedikit fakta - fakta yang ada di lapangan berkait dengan pelayanan masyarakat, oleh DPPKAD (Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) Kabupaten Bantul, sehubungan dengan permasalahan peralihan hak, utamanya adalah peralihan hak yang terjadi karena jual beli.
FAKTA UNDANG UNDANG
1.Bahwa sesuai dengan UU nomer 28 tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retriibusi Daerah, Pasal 1 ayat 41, disebutkan bahwa BPHTB atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.
2.Pasal 85 ayat 1: Objek pajak BPHTB adalahperolehan Hak atas Tanah dan/atau bangunan.
3.Pasal 87 ayat1: Dasar pengenaan BPHTB adalah NILAI PEROLEHAN OBJEK PAJAK
ayat 2 : NILAI PEROLEHAN OBJEK PAJAK sebagai mana dimaksud pada ayat (1), dalam hal: huruf a : Jual beli adalah HARGA TRANSAKSI
4.Pasal 87 ayat (3) Jika NILAI PEROLEHAN OBJEK PAJAK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf n TIDAK DIKETAHUI atau LEBIH RENDAH dari pada NJOP (Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan/ NJOP PBB) yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan, DASAR PENGENAAN YANG DIPAKAI ADALAH NJOPPAJAK BUMI DAN BANGUNAN
5.Pasal 91 ayat (1) Pejabat Pembuat Akta TanahNotaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan Hak atas Tanah danatau Bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.
6.Pasal 97 ayat (1) huruf a butir (1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Kepala Daerah dapat menerbitkan: SKPDKB (Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar) dalam hal; jika berdasarkan HASIL PEMERIKSAAN atau KETERANGAN LAIN, pajak yang terutangtidak atau kurang dibayar.
7.Pasal 97 Ayat (5); Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3) dikenakan sanksi administrative berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administrative berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
FAKTA PELAYANAN MASYARAKAT oleh DPPKAD KABUPATEN BANTUL
1.Harga transaksi yang ditetapkan atau dijadikan acuan oleh dinas terkait adalah harga yang diperoleh dari hasil verifikasi ke lapangan, yang tidak sepenuhnya sesuai dengan kondisi peralihan properti, dan dengan tanpa ada bukti yang kuat, petugas DPPKAD KABUPATEN BANTUL telah memaksakan data/harga hasil verifikasi kelapangan sebagai NILAI PEROLEHAN OBJEK PAJAK, tanpa mempertimbangkan bahwa HARGA TRANSAKSI ADALAH HARGA YANG DISEPAKATI OLEH KEDUA BELAH PIHAK (PENJUAL DAN PEMBELI) YANG TERUCAP DAN DISEPAKATI.
Untuk mengantisipasi harga transaksi yang tidak wajar maka UU PDRD telah memberikan batasan sesuai dengan pasal 87 ayat (3) yakni mengacu kepada NJOP PBB, dengan pengertian NJOP PBB dalam UU PBB dan UU PDRD pasal 1 ayat(40) disebutkan bahwa “Nilai Jual Objek Pajak, yang selanjutnya disingkat NJOP, adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP Pengganti”.
Jadi apabila tidak diketahui data harga transaksi, sudah diberikan batasan acuan yaitu NJOP PBB, apabila dirasa/dipikir/dianalisa oleh petugas DPPKAD KABUPATEN BANTUL bahwa NJOP tidak sesuai dengan harga transaksi yang diyakininya, DPPKAD KABUPATEN BANTUL tidak bisa serta merta MENETAPKAN HASIL VERIFIKASI LAPANGAN SEBAGAI NILAI PEROLEHAN OBJEK PAJAK, mengingat:
a.Harga Transaksi adalah harga yang disepakati oleh kedua belah pihak yang bertransaksi (penjual dan pembeli) sebagai contoh pertimbangan berpikir, bahwa harga transaksi bisa berbeda 180 derajat dari harga membangun atau harga jual di pasar property, semisal ada hubungan khusus antara penjual dan pembeli, antara saudara atauhubungan baikantara penjual dan pembeli, walaupun begitu hal tersebut sudah dibatasi dengan undang undang untuk merujuk NJOP PBB
b.HARGA HASIL VERIFIKASI LAPANGAN TIDAK DAPAT MENGALAHKAN BUNYI ATURAN UNDANG UNDANG PDRD YANG SEHARUSNYA MENJADI ACUAN DPPKAD KABUPATEN BANTUL DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN MASYARAKAT SERTA MENGEMBAN AMANATTUGAS MENGHIMPUN PENERIMAAN DAERAH (apabila tidak ada dokumen/data yang kuat/valid rujukan yang benar menurut UU adalah NJOP PBB).
c.Apabila DPPKAD KABUPATEN BANTUL hendak memaksimalkan peranannya sebagai dinas penerimaan daerah hendaknya tidak semena-mena dan tetap dalam koridor hukum dan peraturan yang berlaku, sehingga apabila berpikir bahwa NJOP PBB tidak sesuai maka tempuhlah perubahan atau penyesuaian atas NJOP terkait sesuai dengan prosedur yang ada, bukan dengan verifikasi lapangan yang sangat rendah bobot hukumnya/produk hukumnya. (apa produk hukum dari verifikasi lapangan??...NPOP Verifikasi Lapangan??... TIDAK ADA !!! HALINI CENDERUNG MENGADA ADA DAN MENIMBULKAN KETIDAK PASTIAN, terkecuali hasil verifikasi lapangan mendapatkan bukti HITAM DIATAS PUTIH)
2.KEPASTIAN HUKUM DAN PELAYANAN
a.Pelayanan oleh DPPKAD Kabupaten Bantul terhadap masyarakat terkait transaksi peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang terjadi di masyarakat mengalami ketidakpastian hukum, dan menimbulkan OPINI NEGATIF terhadap petugas DPPKAD, dimana hal ini disebabkan karena DPPKAD KABUPATEN BANTUL tidak memberikan keputusan apapun ,kecuali hanya lisan dari petugas DPPKAD KABUPATEN BANTUL, bahwa NPOP tidak sesuai??.. Hal ini sangat bertentangan dengan Pasal 91 ayat (1) bahwa berapapun BPHTB yang dibayar, paraterkait (penjual dan pembeli) dapat tetap melangsungkan peralihan haknya sepanjang telah melampirkan bukti pembayaran pajaknya (BPHTB).
Verifikasi yang dilakukan oleh DPPKAD Kab. Bantul adalah berkaitan dengan:
-uang BPHTB, apakah telah masuk ke rekening Pemda Kabupaten Bantul
-verifikasi terhadap kebenaran obyek yang dialihkan berkenaan dengan Nomor Obyek Pajak dan NJOP PBB apakah sudah sesuai dengan objek yang dialihkan, kalaupun akan memverifikasi lapangan terkait dengan NPOP harus ditemukan data/bukti (hitam diatas putih) yang kuat/valid.
b.Mengutamakan Pelayanan kepada masyarakat disamping tugas utama menghimpun penerimaan daerah sangat perlu ditegakkan tanpa meninggalkan unsur kepastian hukum kepada masyarakat.Sekalipun DPPKADKabupaten Bantul tidak sependapat dengan Nilai Perolehan Objek Pajak yang merujuk NJOP PBB (berdasarkan UU PBB/ UU PDRD) silahkan melakukan verifikasi untuk menentukan NPOP yang benar (menurut DPPKAD Kabupaten Bantul) sepanjang berdasarkan data/bukti yang kuat dan dituangkan dalam produk hukum yang bernama Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) sesuai dengan UU no 28 Tahun 2009, Pasal 97 ayat (1) huruf a butir (1)bahwa “ Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Kepala Daerah dapat menerbitkan: SKPDKB (Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar) dalam hal; jika berdasarkan HASIL PEMERIKSAAN atau KETERANGAN LAIN, pajak yang terutangtidak atau kurang dibayar.”
HAL INI DAPAT DITEMPUH SEPANJANG DPPKAD KABUPATEN BANTUL MEMPUNYAI BUKTI/DATA YANG KUAT/VALID SEHINGGA MEMBERIKAN KEPASTIAN HUKUM DAN TRANSPARANSI KEPADA MASYARAKAT BANTUL
Demikian sedikit ulasan sebagai bahan pertimbangan berpikir dan berbuat dalam bekerja melayani masyarakat dengan hati dan pikiran sepenuhnya sehingga terwujud pelayanan masyarakat yang adil dan berkeadilan serta berkepastian.
Salam Jogjakarta Istimewa, Budi Santosa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H