Lihat ke Halaman Asli

Menciptakan Anak-anak Autopilot

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="214" caption="Image from http://www.naturalherbalsreviews.com/wp-content/uploads/2011/04/confuse-child.jpeg"][/caption]

Sekitar seminggu yang lalu, di daerah saya terjadi pembunuhan, korbannya seorang anak SMP, kondisinya sangat mengenaskan dengan leher yang hampir putus.

Setelah penyidikan dilakukan Polisi, terdapat fakta yang lebih mengenaskan ternyata korban dalam keadaan hamil, sedangkan tersangka pembunuh adalah seorang yang telah beranak beristri, sehingga opini kita mungkin langsung menerka mengapa korban sampai dihabisi.

Cerita sekelumit diatas hanya sebagian kecil yang terekspos. Tanpa perlu mencari-cari, siapa yang salah, namun sedikit pantauan saya terhadap perubahan pola pendidikan anak-anak dan remaja kita saat ini.

Kecenderungan orang tua saat ini adalah menciptakan generasi anak-anak dan remaja yang autopilot, serba otomatis dan serba mandiri. Bukan saja dalam kepandaian dari segi keilmuan, pergaulan bahkan akhlak dan kepribadian. Anak-anak rasanya cukup diberitahu ini tidak boleh, itu dilarang namun bagaimana cara penerapan dan penanganan masalah sama sekali tak tersentuh. Akhirnya sekarang kita sendiri sebagai orang tua yang menuai hasilnya. Anak-anak berkembang sesuai dengan aturan-aturan sendiri. Mereka menganggap selama tidak dilarang atau selama tidak ketahuan sah-sah saja melakukan apa saja kepada siapa saja dan dengan cara apa saja. Sungguh miris bukan?

Orang tua cukup melakukan pengecekan rutin terhadap parameter yang telah digariskan, namun terlupa satu hal bahwa anak-anak adalah sebuah mekanisme super komplek, yang mudah saja baginya untuk melanggar setiap parameter yang telah diterrapkan. Ungkapan yang paling disukai jika tidak bisa lewat pintu ya lewat jendela.

Pergaulan yang luas, kemajuan teknologi informasi dan media serta mulai lunturnya budaya-budaya lokal yang sangat ketat dalam pengukiran kejiwaan anak-anak, mulai kaburnya batas-batas hirarki hubungan anak dan orang tua, hubungan guru dan murid, hubungan antara yang tua dan muda  adalah aspek-aspek yang sangat berpengaruh kepada anak dan remaja.

Apakah anak-anak autopilot ini yang diharapkan menjadi penerus bangsa? apakah orang tua udah sedemikian sibuknya ? ataukah memang ini skenario yang memang  sudah direncanakan?

Kecenderungan orang tua saat ini , adalah memikirkan hanya aspek ekonomi dan material. Kita menganggap bahwa pendidikan yang baik harus disekolah-sekolah mahal, artinya butuh uang lebih banyak. Gizi harus baik bahkan diatas rata-rata itupun butuh uang lebih banyak, dan berbagai argumen lain yang intinya uang dan uang. Ini menjadikan orang tua banting tulang peras keringat kadang tak cukup hanya ayah bahkan ibu pun ikut  menjadikan dirinya mesin pencari uang. Uang dan uang dianggap menjadi problem solving maha manjur. Tinggallah anak-anak dan remaja kita terbang dan melayang sendiri, jika ada masalah rasanya mereka lebih nyaman curcol di BBM, facebook atau telpon ke teman atau karib, ketimbang kepada ayah atau ibu yang sudah terlalu letih bahkan untuk melihat adanya tambahan garis di mata lelah anak-anaknya.

Sebagai orang tua seharusnya bukan sekedar menjadi contoh namun juga menjadi tauladan, apa yang terjadi saat ini terhadap anak dan remaja kita tak lain dan tak bukan adalah potret buram dari orang tuanya sendiri. Alih-alih introspeksi diri, sebagai orang tua kita malah sibuk mencari berbagai macam jenis kambing untuk dijadikan peletakan kesalahan mulai dari guru yang kurang perhatian, sarana yang tidak mendukung bahkan pemerintah ikut dikambingkan. Namun siapa yang menciptakan generasi muda kita ini?

Banyakya tindak kriminal yang melibatkan anak-anak dan remaja, tindakan asusila bahkan mengarah ke dekadensi moral, sesungguhnya peran orang tua sangat dominan. Faktor lingkungan dan kondisi perekonimian yang tak menentu hanyalah trigger yang memicu tindakan brutal selanjutnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline