Lihat ke Halaman Asli

Demokrasi vs Incumben

Diperbarui: 15 Juli 2015   10:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Adnan Purichta sehingga keluarga petahana (incumbent) dapat melaju di Pilkada. Maka hal ini kemudian membatalkan Peraturan tentang pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam pilkada serentak semakin diperketat. Salah satunya adalah keluargaincumbent  atau petahana dilarang untuk mencalonkan diri. 

Dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor  9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan /atau Walikota dan Wakil Walikota Pasal 4 Ayat 1 huruf q dijelaskan bahwa salah satu syaratnya calon tidak memiliki konflik kepentingan dengan Petahana.Penjelasan mengenai tidak memiliki konflik kepentingan dengan Petahana dijelaskan dalam Pasal 11 meliputi:

1. Tidak memiliki ikatan perkawinan dengan Petahana, yaitu suami atau istri dengan Petahana; atau;

2. Tidak memiliki hubungan darah/garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke atas, yaitu bapak/ibu atau bapak mertua/ibu mertua dengan Petahana; atau;

3. Tidak memiliki hubungan darah/garis keturunan 1 (satu) tingkat lurus ke bawah, yaitu anak atau menantu dengan Petahana; atau

4. Tidak memiliki hubungan darah/garis keturunan ke samping, yaitu kakak/adik kandung, ipar, paman atau bibi dengan Petahana.

Sementara itu, syarat pencalonan seperti dijelaskan dalam Pasal 11 kembali dipertegas dalam Pasal 12 dan yang berbunyi: "Syarat calon sebagaimana dimaksud pada ayat (11) berlaku untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Walikota dan Wakil Walikota di kabupaten/kota yang sama, dan untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur di provinsi yang sama."

Kemudian dalam Pasal 13 dijelaskan: “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (12), tidakberlaku apabila telah melewati jeda 1 (satu) kali masa jabatan dengan penghitungan berpedoman pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf d."

Dalam Hal ini kebanyakan masyarakat kemudian menyesalkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) karena banyak pihak menganggap bahwa hal ini sangat membahayakan demokrasi, karena dalam kenyataannya banyak sekali incuben yang menyalahgunakan kewenangan dan kekuasanaannya dalam pelaksanaan pemilu dan memang hal ini tidak bisa kita pungkiri baik diakui ataupun tidak hal ini terjadi hampir diseluruh wilayah Indonesia. Saya sesungguhnya memang miris dan geram melihat kenyataan ini, namun dilain pihak saya sangat menjunjung persamaan warga negara dimuka hukum oleh karenanya saya juga tidak setuju dengan peraturan KPU yang menyatakan bahwa keluarga Kepala Daerah tidak boleh mengikuti Pemili Kepala Daerah. Karena dengan demikian kitapun telah mendiskriminasikan mereka dan membuat mereka seolah menjadi warga kelas dua.

Bukankah dengan peraturan tersebut kita telah berlaku curang dengan mengkebiri hak mereka untuk memilih dan dipilih dalam pemilu. Namun kita juga tidak bisa menutup mata atas kecurangan yang biasa dilakukan oleh kepala daerah dan keluarganya yang bisanya dilakukan dalam pemilu. Saya bisa pastikan kita semua bisa pastikan bahwa pasti ada konflik kepentingan jika keluarga atau kerabat Kepala Daerah mengikuti Pemilu ketika ia masih menjabat. Saya bisa pastikan 90% dari mereka kija tidak bisa saya katakan 100% pasti melakukan kecurangan baik secara masiv dan terorganisir maupun kecurangan kecurangan kecil kecilan dalam banyak hal.

Maka dengan realita seperti itu pemerintah sebagai regulator harus mampu menciptakan aturan yang adil dan mendorong terciptanya pemilu yang adil. Bukan alih-alih menerbitkan aturan yang diskriminatif dengan alasan apapun, mulai hari ini dan seterusnya Pemerintah harus mampu mengeluarkan aturan yang adil dan tegas dan sinergi satu dengan yang lainnya karena kelemahan pemerintahan selama ini seringkali mengeluarkan aturan yang tidak menyelesaikan permasalahan secara keseluruhan dan contohnya dengan peraturan KPU ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline