Lihat ke Halaman Asli

Kritis Menyikapi Sosmed Agar Tidak Jadi Korban Cuci Otak

Diperbarui: 16 Juni 2016   14:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Sosial media adalah kekuatan yang tidak dapat dinafikan lagi. Kekuatan sosial media membawa angin segar bagi demokratisasi dan pembaruan. Banyak informasi yang bisa kemudian kita peroleh secara cepat, tanpa dibatasi ruang dan waktu, kita bisa berinteraksi dengan siapa saja, dimana saja dan kapan saja.

Kemudian kita dibawa kedalam era dimana informasi mejadi tidak terbatas, dalam hal positif kemudian kita menjadi manusia yang melek informasi jika dibandingkan dengan era terdahulu ini adalah sebuah kemajuan, dahulu informasi sangat terbatas dan informasi hanya menjadi corong pemerintah untuk memberitakan apa yang hanya dianggap perlu oleh pemerintah untuk menjaga dan memastikan kelanggengan rezim kekuasaan.

Kini siapa saja bisa menyuarakan apa yang menjadi pikirannya tanpa harus dihantui rasa takut karena menyampaikan kebenaran, tanpa harus dianggap melawan pemerintah dan dituduhkan pasal subversif, betapa indah dan nikmatnya era demokrasi dan keterbukaan informasi publik.

Namun nyatanya keterbukaan ini tidak selamanya berbuah manis, ada juga beberapa efek negatif yang kita dapatkan. Karena dengan keterbukaan ini tidak sedikit kemudian orang orang yang memanfaatkan keterbukaan ini secara tidak bertangung jawab. Salah satunya banyak informasi yang dibuat seolah olah merupakan kebenaran hanya untuk menyerang dan menjelekan pihak lain, untuk menebarkan kebencian dan informasi palsu yang menyesatkan.

Bahkan, tidak sedikit juga pihak yang tidak bertanggung jawab menyebarkan ujaran kebencian melalui sosial media. Belakangan banyak perdebatan mengenai ujaran kebencian apakah ujaran kebencian, apakah bedanya dengan kritik apakah hal ini tidak bisa dijadikan dasar membunuh demokrasi? Bagi saya ujaran kebencian adalah hasutan yang mengarahkan orang untuk membenci orang atau pihak tertentu sampai disini semua jelas dan pasti kita sepakat untuk memidanakan orang yang menyebarkan hal tersebut karena hanya menimbulkan perpecahan diantara kita.

Namun yang sangat berbahaya diera keterbukaan informasi dan sosial media adalah siapa saja dimana saja dapat memberikan informasi menyesatkan dengan tujuan tertentu tidak secara langsung menghasut namun lebih bahaya lagi karena mengarahkan pola pikir kita kearah sesat dan menyesatkan dan akhirnya kita dengan kesadaran yang telah terenggut menanamkan hal itu kepikiran kita yang kemudian berpengaruh dikehidupan nyata dalam ucap dan perilaku.

Sekarang banyak bermunculan media online yang tidak pernah kita ketahui siapa pengurusnya dan dimana keberadaannya dan mereka seringkali memuat berita yang kabur dan menyesatkan bahkan berita yang sifatnya tendensius, dengan memungut sedikit kebenaran dan dibumbui dengan kebohongan demi kepentingannya dan justru mengaburkan kebenaran dari suatu kejadian atau bahkan sama sekali berita bohong namun dikemas secara baik dan tidak jarang disisipkan gambar yang juga biasanya palsu dan ini yang dinamakan hoax.

Sayang sungguh sayang seringkali kita justru dengan menggebu gebu ikut berperan serta aktif dalam turut serta menyebarkan kebohongan tersebut melalui media sosial kita atau aplikasi pesan yang kita miliki tanpa kita uji berita tersebut. Sikap kita tersebut membuat kebohongan seolah menjadi kebenaran, dan akhirnya menjadi kebohongan masal yang diamini dan dipercayai oleh banyak orang.

Salah satunya pasti kita pernah membaca teori bahwa bom sarinah adalah rekayasa pengalihan isu, berita tersebut memuat potongan gambar yang cocok dengan konstruksi berita bohong yang akan disampaikan sedemikian baik dan seolah olah berita tersebut adalah benar. Dan tidak sedikit diantara kita dengan bangga dan secara cepat merespon berita tersebut dengan turut menyebarkannya melalui media sosial atau aplikasi pesan yang kita miliki. Dan tanpa sadar kita telah menyakiti keluarga dan orang orang yang menjadi korban tragedi tersebut.

Andai saja kita mau menjadi pembaca yang lebih kritis tentunya kita akan mencerna terlebih dahulu apakah benar sebegitu mudahnya merekayasa teror bom yang mengakibatkan kehilangan nyawa saudara saudara kita hanya untuk pengalihan issu. Belum lagi beberapa berita media online yang menyebarkan berita tentang penerimaan PNS yang beredar dan menyesatkan dan akhirnya menyebabkan semakin banyak korban penipuan CPNS yang tersebar dari sabang sampai merauke.

Belum lagi berita yang memuat perang tentang agama atau apapun tentang agama yang lebih bayak kebohongannya daripada kebenaran. Tentu para penyebar berita ini bukanlah orang iseng yang memuat dan menyebarkan berita kebohongan ini tanpa maksud dan tujuan tertentu, pasti mereka sedang membangun dan menanamkan pola pikirnya kepada kita dengan maksud dan tujuan tertentu. Hati hati!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline