Lihat ke Halaman Asli

Budi Prathama

Mahasiswa

Belajar dari Pengalaman untuk Menggapai Bintang

Diperbarui: 15 Maret 2021   13:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: sepositif.com

Setiap manusia yang hidup di dunia ini tentu memiliki cara masing-masing dalam menjalaninya. Dari berbagai latar belakang yang berbeda-beda, namun uniknya dapat menyatu dalam keberagaman dan ciri khasnya. Dengan itu pula level manusia ada yang di bawah dan di atas.

Beragamnya pekerjaan dan latar belakang kita, sehingga perjuangan untuk mengahadapi tantangan itu juga akan berbeda-beda dalam menggapai mimpi dan cita-cita. 

Akses untuk mewujudkan segala mimpi sering saja tidaklah begitu mudah. Beda halnya bagi mereka yang memiliki banyak aset dan harta benda, tentu mereka merasa mudah untuk mewujudkan mimpinya. 

Namun, bagaimana nasib mereka yang tidak memiliki banyak hal seperti modal dan akses memadai. Berangkat dari latar belakang keluarga yang sederhana atau masyarakat golongan bawah tentu akan berbeda bagi mereka yang status sosialnya berada pada golongan atas. 

Seperti yang saya rasakan, tinggal di daerah pelosok dan juga keluarga tidak berpunya. Status orang tua sebagai golongan masyarakat biasa dengan pekerjaan sebagai petani dan penghasilan secukupnya saja. 

Dengan kondisi itu, sehingga kebutuhan dan keinginan tidak selamanya dapat diwujudkan dengan baik. Bukan karena kurangnya usaha, melainkan ada akses yang tidak selamanya mampu dijangkau jika dibandingkan dengan orang-orang yang berpunya. 

Misalnya orang kaya dengan mudahnya dapat memiliki laptop sebagai penunjang untuk menambah wawasan, sedangkan kita sebagai golongan masyarakat bawah tentu butuh waktu dan perjuangan untuk bisa mendapatkan benda tersebut. 

Artinya bahwa laju untuk mewujudkan kebutuhan akan berbeda antara orang kaya dengan orang miskin, dan akan mengalami ketimpangan yang disebabkan karena akses peluang tidak sama. Kondisi seperti inilah yang dikatakan filsuf ekonomi dari India Amartya Sen bahwa "kemiskinan terjadi disebabkan karena akses peluang yang berbeda antara orang kaya dengan orang miskin". 

Itulah salah satu problem sebagai golongan masyarakat bawah termasuk yang saya rasakaan ini. Selain itu, dari sisi pribadi sebagai seorang pendiam dan terkadang bersikap apatis terhadap kondisi yang terjadi. Sifat pemalu yang melekat dalam diri dan itu sangat menghambat proses laju pengembangan kita. Saya sangat merasakan bagaimana kita tertinggal jauh karena malu untuk berbuat atau tidak percaya terhadap kemampuan sendiri. Akibatnya, kita hanya menjadi penonton diatas suksesnya orang lain. 

Dengan karakter pemalu dan pendiam sehingga membuat saya tidak mempu beradaptasi dengan teman-teman yang lain ketika berada dibangku sekolah. Apa yang saya lakukan hanyalah datang ke sekolah tanpa memperhatikan  proses pengembangan potensi diri, ini disebabkan rasa taku terus menyelimuti dalam diri. Kondisi demikian membuat saya, ketika ada kegiatan-kegiatan pengembangan diri,  saya tidak pernah mengikuti karena takut ataupun malu. Dan kondisi itu berjalan semenjak berada di bangku sekolah hingga lulus.

Setelah dinyatakan lulus dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), saya sangat bertekad untuk dapat melanjutkan pendidikan selanjutnya di perguruan tinggi. Alasan saya kuat agar dapat keluar dari segala kondisi yang ada, baik dari latar belakang keluarga sebagai golongan masyarakat bawah maupun berasal dari sendiri sebagai seorang yang tidak memiliki apa-apa dengan karakter pemalu yang terus bersemayang dalam diri. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline