Lihat ke Halaman Asli

Budi Prathama

Mahasiswa

Di Kampung Saya, Kalau Pakai Baju Keki Itu Keren

Diperbarui: 9 Maret 2021   09:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

gosulsel.com

Siapa sih yang tidak bangga, kalau sudah mengenakan baju keki. Mengenakan bukan asal mengenakan, melainkan telah menyandang status sosial tinggi yang diduduki seperti sudah menjadi PNS. 

Ya, pekerjaan itu mungkin sebagian dari kita sangat mengincar-incarnya agar bisa menjadi seorang PNS. Alasannya pun jelas, gaji tiap bulan akan lancar, biaya tunjangan juga akan ada dan bahkan biaya pensiun juga akan ada, walaupun kondisinya kita sudah tidak bekerja lagi.  

Jujur saja saya pun sangat menginginkan hal seperti demikian. Namun, ada yang menarik di sini, bukan persoalan PNS-nya melainkan penampilannya, sehingga ada pandangan yang salah kaprah. 

Contohnya saja mereka yang berbaju keki, artinya bahwa bukan hanya mereka yang sudah jadi PNS, tetapi para honorer juga. Di mana honorer ini, kalau kita telisik lebih jauh justru kerjanya lebih banyak dibandingkan yang sudah PNS. Ada tumpah tindih antara kerja yang ia torehkan dengan gaji yang didapatkan.

Biasanya ada anggapan bahwa para honorer kantoran ini yang berbaju keki biasa dipandang sebagai orang sukses. Alasannya apa, mereka sudah bekerja di kantor, panas sinar matahari atau derasnya hujan, tidak ia dapatkan seperti para petani sana. Kerja kantoran dapat duduk di kursi dengan bersantai sambil minum kopi. Nah, itulah anggapan seperti di kampung saya, tanpa mereka mengetahui bagaimana sebenarnya dan apa yang dirasakan para tenaga honorer ini.

Tempat tinggal saya berada di sebuah desa kecil tepatnya di Polewali Mandar. Sering saya perhatikan, banyak cerita yang terdengar bahwa mereka yang sudah kerja di kantoran tanpa pandang honorer ataupun PNS mereka sudah termasuk kategori keren yang masuk nominasi pekerjaan mudah dan nyaman. Entah, bagaimana jalannya, para pemakai baju keki ini bisa merasakan kenyamanan juga.  

Anggapan seperti ini, bukan hal baru. Justru telah menjadi budaya yang terus dirawat dan diwariskan. Sehingga ini pulalah, peran untuk mengembangkan potensi kekayaan alam mengalami kekurangan minat. Padahal, potensi pertanian cukup besar yang nantinya dapat menjadi nilai ekonomis yang tinggi.

Kesadaran untuk membuka cakrawala, tentang bukan hanya mereka yang kerja kantoran sebagai jalan orang bisa sukses. Tetapi, banyak jalan lain termasuk pengelolaan sumber daya alam, tempat tinggal kita. Meskipun, tidak berada di perkotaan, tetapi hal itu sebenarnya tidak kalah keren dibanding mereka-mereka yang tinggal di perkotaan.

Sebenarnya yang mencolok dari para kerja kantoran ini, itu dari penampilannya. Tentu, akan berbeda bagi mereka yang bekerja sebagai petani. Para petani yang setiap harinya akan bersentuhan dengan tanah sebagai teman karib dari sumber memperoleh hasil, sedangkan untuk yang kerja di kantoran tidak, tapi temannya biasa pulpen, berkas dan lainnya.  

Padahal, jika kita banding-bandingkan atau kita juga bisa hitung nominal uang yang didapatkan, justru tidak kalah banyak bagi mereka yang bekerja di kantoran. Persepsi ini yang mesti dipatahkan kalau hanya orang-orang kantoran saja yang bisa jadi orang keren,  padahal tidak. Kita juga yang bertindak sebagai pekerja petani dapat lebih keren dari mereka yang kerja di kantoran.

Ini adalah menjadi penyakit luar biasa kalau menilai seseorang hanya sebatas penampilannya saja. Seperti menilai para pemakai baju keki, termasuk mereka juga orang-orang keren. Keren dalam artian, keren pekerjaannya karena tidak lagi mandi keringat. Tapi jangan salah, banyak juga dari mereka yang tidak merasakan kenyamanan seperti apa yang kita sangkakan.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline