Lihat ke Halaman Asli

Fenomena KRL Ekonomi : Komunitas Penumpang dan Segala Perniknya

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehidupan ekonomi yang sudah cukup sulit, sepertinya akan semakin parah bila harga BBM benar-benar akan dinaikkan April nanti. Tak bisa dihindari kenaikan harga BBM biasanya diikuti dengan kenaikan harga kebutuhan pokok. Tak sedikit masyarakat harus menghitung ulang pengeluarannya dan mengalokasikannya ke pos-pos yang lebih penting. Adaptasi ke dalam situasi yang lebih sulit, tentunya sangat tidak mudah.

Salah satu cara mensiasati membengkaknya pengeluaran untuk pos transportasi adalah dengan menggunakan angkutan umum. Memang, dari segi keamanan dan kenyamanan, angkutan umum di Indonesia hampir tak bisa diandalkan. Tetapi bila tak ada jalan lain yang bisa ditempuh, toh sebenarnya semua hal bisa dijalani. Apalagi, tempat tinggal yang semakin sempit dan mahal di Jakarta, pada akhirnya memaksa para karyawan yang setiap harinya bekerja di ibukota ini mencari rumah di pinggiran Jakarta. Pilihan sebagai komuter pun harus dijalani. Salah satu angkutan umum yang bisa dijadikan pilihan adalah KRL (kereta listrik).

Sebagai moda transportasi, KRL jelas memiliki beberapa keunggulan. Dengan waktu tempuh yang relatif cepat, daya tampung penumpang yang maksimal, hemat BBM dan biaya terjangkau, KRL adalah pilihan utama bagi komuter Jabodetabek yang mencari nafkah di Jakarta.

@@@

Berbeda dengan transportasi umum lain, KRL memiliki banyak keunikan. Terkecuali ada gangguan seperti keterlambatan atau mogok, KRL ini berjalan dengan jadwal tertentu. Seperti aturan tak tertulis, penumpangnya pun naik dengan jadwal tertentu pula. Misalnya KRL Bogor-Jakarta dengan jadwal 06.30, otomatis penumpangnya pun juga orangnya itu-itu juga. Karena seringnya naik dengan jadwal tertentu dan gerbong tertentu pula, mau tak mau beberapa dari mereka saling kenal satu sama lain. Dari sinilah baik resmi maupun tidak, terbentuk sebuah komunitas penumpang kereta.

Uniknya, komunitas ini paling banyak terdapat di kereta kelas ekonomi. Situasi yang tidak nyaman, berdesak-desakan, panas justru menjadi tali persaudaraan yang menyatukan penumpang kereta ekonomi. Ada rasa senasib sepenanggungan yang membuat mereka saling dekat.

@@@

Komunitas yang terbentuk juga tidak bisa dianggap main-main. Ada komunitas yang sangat solid sampai terlihat seperti sebuah organisasi. Dari pembuatan jaket bersama, arisan anggota, halal bihalal, bahkan piknik bersama anggota keluarga ke sebuah tempat rekreasi rutin mereka lakukan.

Faktor positif yang saya amati dari sebuah komunitas adalah rasa solidaritas yang tinggi. Setiap ada salah satu anggota keluarga yang terkena musibah, hari itu pula diedarkan semacam “dompet kemanusiaan” yang boleh diisi “seikhlasnya”. Apabila ada yang hamil atau membawa anak, pasti diprioritaskan untuk mendapatkan tempat duduk. Soal becanda? Jangan ditanya. “Gojeg kere” atau becandaan khas rakyat bawah adalah pemandangan sehari-hari yang menyegarkan penatnya rutinitas kerja. Tak jarang di situ pula terjadi transaksi bisnis antar teman yang berujung pada hukum saling menguntungkan.

Sebagaimana hidup, semua hal memiliki dampak positif maupun negatifnya. Begitu juga dengan komunitas ini. Seperti gelas, akan retak bila sering bersinggungan. Terlalu sering bersama, mau tak mau menimbulkan efek main hati. Tersinggung karena pembicaraan teman dan perselingkuhan adalah hal yang cukup sering dilihat dalam suatu komunitas. Toleransi kadang juga tidak berlaku universal. Misalnya, seorang ibu hamil belum tentu diberikan duduk bila dia bukan anggota dari grup mereka. Kewaspadaan juga harus dimiliki saat bertransaksi bisnis dengan teman satu komunitas. Karena hanya kenal di atas kereta, alih-alih mendapat untung, bisa-bisa kita dihutang oleh mereka tanpa tahu kapan akan dibayar.

@@@

Begitu banyak keunikan di kereta sehingga ada yang menyebut perjalanan di atas rel itu bagaikan kehidupan dalam versi mini. Untuk penumpang kereta ekonomi, menjadi bagian komunitas adalah salah satu cara menikmati kehidupan itu sendiri. Hal yang jarang didapat oleh penumpang kendaraan pribadi bahkan oleh penumpang KRL ekspress sekalipun.

Budina

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline