Lihat ke Halaman Asli

Ironi Anak dan Orang Tua

Diperbarui: 3 Agustus 2015   07:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak ada yang tau persis, bahkan dirinya sendiri. Telah berapa puluh tahun sejak terakhir kali mereka memakai pakaian baru atau sekedar menikmati hidangan warung kaki lima, mereka berdua, kesulitan mengenang terakhir kali menikmati matahari terbit dan terbenam di luar rumah, bukan karena ingatan telah menggerus sejarah hidupnya. Bukan.

 

Sungguh, hanya tuhan yang maha melihat yang menyadari bahwa mereka berdua tak lagi peduli tampil gagah dan anggun. Dimata manusia, tampaknya mereka hendak menepi dari hiruk pikuk dunia, karena ia senang bergelut dengan tv dan radio tua dirumahnya, semua orang menduga mereka tidak suka menikmati hidangan yang tak di masak selain di dapurnya sendiri. Padahal bukan itu. 

 

Mereka melakukan itu karena ia tahu, segalanya butuh uang. Tak lagi tersedia apapun di permukaan bumi ini yang tak membutuhkan nilai tukar, materi adalah raja. Dengan kesadaran ini, mereka tidak lagi peduli dengan keranjang belanja, seolah-olah bahagia dengan belanja adalah hal terakhir yang harus dilakukan di atas dunia.

 

Jangan salah, mereka bukan hidup melarat, bukan pula karena mereka tak berdaya beli. Sebab, jutaan kilometer telah ia tempuh, berpuluh tahun mereka membanting tulang, mereka secara sadar telah melawan kelemahan raga untuk menghasilkan upah. Dengan uang yang dihasilkan, mereka bahkan sanggup membeli apapun yang mereka mau.

 

Lalu mengapa ia hidup begitu menyedihkan? Jawabannya sederhana, karena mereka adalah orang tua. Mereka adalah pasangan kekasih yang memilih hidup mulia, seorang ayah dan ibu untuk anak-anak yang mereka lahirkan, besarkan, dan doakan sepanjang jalan.

 

Seorang lelaki jika telah menjadi ayah, tak lagi peduli pada apakah ia akan nampak gagah. Jika wanita telah menjadi ibu, tak lagi peduli apakah ia akan nampak cantik. Bukan karena itu tidak penting, tapi ia takut pada seluruh hari yang terbentang di hadapan mereka, jika anak-anaknya tidak sarapan dengan nikmat, jika anak-anaknya tidak menggunakan pakaian layak seperti seluruh teman-teman mereka, ia takut jika buah hati mereka mengeluh tidak bisa bepergian jika tidak menumpang belas kasih orang lain. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline