"Tau gak, Bud? Gue lama-lama keteror sama tulisan lo," kata Pak Danu, temen saya seorang tokoh marketing senior.
"Tulisan gue yang mana, Jek?" tanya saya keheranan.
"Itu loh, yang lo tulis berulang-ulang 'Sebelum mati buatlah minimal satu buku'."
"Emang kenapa?"
"Gara-gara tulisan lo itu rasanya gue punya utang dan jadi takut mati sebelum sempet nulis satu buku," katanya lagi lalu menambahkan, "Resek lo!"
"Hahahahaha...."Saya ngakak ngedenger teror saya ternyata berhasil dengan baik.
Saat itu kami berdua lagi ngopi bareng di Filosopi Kopi di bilangan Blok M. Pak Danu adalah seorang staff marketing di sebuah perusahaan multinasional. Saya sendiri juga heran kenapa Pak Danu yang jauh lebih senior dari saya ini tiba-tiba ngajak ngopi padahal kami gak gitu akrab dan jarang ketemuan, kalo ketemu cuma pas lagi gathering orang-orang marketing doang.
"Jadi gue ngajak ketemuan mau minta bimbingan lo gimana cara bkin buku, Bud. Soalnya gue tuh gak bisa nulis," katanya lagi lalu melanjutkan, "Kalo ngomong mah gue jago."
"Bagus, dong?" tukas saya.
"Orang kalo dengerin gue presentasi pada nyimak dengan takzim."
"Oh, kalo gitu, lo nulis bukunya pake mulut aja," kata saya mengusulkan.