Pada dasarnya orang gak suka sama iklan. Mereka sangat terganggu karena kegiatannya terinterupsi. Misalnya ketika mereka sedang menonton film di TV, sedang tegang-tegangnya sebuah adegan tiba-tiba film menghilang dan tergantikan dengan iklan yang berteriak-teriak mengklaim bahwa produk yang mereka tawarkan adalah sesuatu yang terbaik. Bisa dimaklumi kan kalau penonton BT lalu mengganti saluran sejenak untuk mencari tau apa program-program yang ditayangkan di stasiun TV yang lain.
Bagaimana dengan iklan di media digital? Gak tau ya menurut kalian tapi buat saya, iklan di media digital lebih menyebalkan. Coba aja kalo kita lagi liat video di Youtube, sedang fokus nonton eh tau-tau iklan menyelak dengan sewenang-wenang dan kita dipaksa untuk melihatnya kalo ingin meihat tontonan kita selanjutnya. Bujubuneng...!
Atau ketika kita sedang membaca berita di media online, sekonyong-konyong muncul sebuah mobil menutupi berita dan mempromosikan kendaraan baru yang menawarkan DP 0% atau promosi yang bekerja sama dengan sebuah kartu kredit. Emang sih kita bisa menutup iklan tersebut dengan mengklik tanda [X} yang biasanya terdapat di salah satu sudut iklan itu. Namun tetap saja kita terganggu oleh interupsi iklan tersebut dan secara psikologis kita mulai tidak bersimpati terhadap brand yang mengganggu tersebut.
Sebetulnya apa sih perbedaan media digital dan media tradisional seperti koran, majalah, radio TV dan lain-lainnya. Saya ngeliat masih banyak yang belum bisa membedakan hakikat dari kedua media tersebut. Padahal kedua media itu mempunyai karakter yang sangat jauh berbeda. Apa perbedaannya? Yuk kita bahas ya?
Koran, majalah, TV dll adalah media 1 arah. Media ini punya kecenderungan untuk memasukkan info sebanyak-banyaknya. Ketiadaan sarana interaksi membuat mereka perlu memberikan informasi yang lengkap dalam mengirim pesan. Mereka tidak ingin membagi pesannya menjadi 2 bagian. Karena ketika pesan kedua dikirimkan, belum tentu yang membacanya pernah melihat pesan pertama. Hal yang sama akan terjadi pula pada pesan ketiga, keempat dan seterusnya. Mereka tidak ingin target audience menerima pesan sepotong-sepotong.
Media digital adala media 2 arah. Sarana interaktifnya memungkinkan terjadi interaksi yang panjang dan hidup. Hebatnya lagi, user masih bisa melihat pesan-pesan sebelumnya. Di media ini kita tidak perlu memberi info segambreng yang membuat orang malas membacanya. Media interaktif membuat kita mampu memberikan info sepotong-sepotong. Yang harus diperhatikan adalah info tersebut harus dikemas sedemikian rupa sehingga orang semakin bernafsu untuk mengetahui info tersebut lebih banyak lagi.
Sejak munculnya internet, tiba-tiba ilmu copywriting naik pamornya. Kenapa demikian? Karena internet adalah media dua arah yang memungkinkan terjadinya interaksi antar user. Dan kita pasti sepakat bahwa untuk berinteraksi tentu jauh lebih mudah dengan kata-kata daripada dengan visual. Nah, agar terjadi interaksi yang baik tentu saja ilmu mempelajari kata-kata (copywriting) menjadi sangat penting.
Begitu pentingnya memanfaatkan sarana interaksi tersebut sehingga muncul pula istilah yang disebut dengan Digital Copywriting. Hal ini dapat dimaklumi karena habit, insight dan attitude pengguna internet sangat berbeda pengguna media 1 arah. Itu sebabnya ilmu copywriting media dua arah otomatis juga tidak sama dengan copywriting di media seperti TV, koran, radio dan media tradisional lainnya.
Ketika digital copywriting berkembang, muncul pula ilmu baru yang disebut dengan storytelling. Hal ini buat saya menarik. Belakangan ini storytelling sangat diminati buat orang yang ingin berjualan secara online. Sekarang ini saya lagi kebanjiran order dipanggil ke berbagai kota oleh berbagai komunitas dan berbagai korporasi untuk memberi workshop tentang storytelling. Kenapa bisa demikian?
Karena storytelling berbeda dengan iklan-iklan menyebalkan yang saya paparkan di atas. Storytelling gampangnya adalah mendongeng atau bercerita. Kita tentu setuju bahwa bercerita adalah sebuah aktivitas yang biasanya dilakukan antar teman. Setiap kali mempunyai cerita yang menarik pastilah kita ingin segera menceritakannya pada teman-teman kita, kan? Kita berharap cerita itu membuat teman kita terhibur. Itu sebabnya banyak pakar-pakar marketing sering berkata, "Perlakukanlah konsumen sebagai temanmu."
Secara umum, orang gak suka halaman di media sosialnya dikotori oleh iklan. Tapi Jika kita beriklan dengan strategi storytelling, orang akan terhibur meskipun mereka tau bahwa yang kita posting itu iklan. Bahkan kalau storytelling kita bagus bukan mustahil pembaca akan men-share iklan kita yang selanjutnya akan menjadi viral. Dengan storytelling kita bisa memiliki banyak buzzer gratisan. Kenapa? Karena mereka terhibur oleh storytelling kita dan mereka ingin membagi storytelling tersebut ke teman-temannya.