Lihat ke Halaman Asli

Obama Disambut "Patung Obama"

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menjelang kunjungan Presiden Amerika Serikat, Barack Hussein Obama II ke Indonesia pada 20-22 Maret 2010 mendatang (kalau tidak ada halangan, kalau tidak ada kendala). Mungkin jika kita mau menyusuri kedatangan Presiden AS sebelumnya, George W.Bush tahun 2006, dimana Indonesia betul-betul “heboh” dibuatnya, sampai Kebun Raya Bogor harus mengorbankan sedikit  areanya dijadikan helipad presiden penuh kontroversi tersebut, yang ironisnya malah tak memakai helipad tersebut. Kunjungan Bush yang penuh “kewaspadaan tingkat tinggi” itu, mungkin tak jauh berbeda dengan kedatangan Obama, yang nota bene punya sedikit sejarah masa kecil di negeri ini. Yang pasti pengamanan dan sterilisasi luar biasa akan dilakukan sebagai standard protokoler kenegaraan. “Pembersihan” area diseluruh Jakarta dan sekitarnya segera dilakukan, dan AS pun pasti sudah mengirimkan intelijennya beserta personil pendukung pengamanan presiden jauh-jauh hari. Situasinya akan jauh berbeda jika yang datang ke negeri ini adalah Presiden negara Republik Federasi Komoro, misalnya, padahal level nya sama, presiden juga, namun bedanya adalah Republik Komoro, sebuah negara kepulauan di Samudera Hindia berbatasan teluk dengan Republik Madagaskar yang luasnya tak lebih besar dari Pulau Alor. Kedatangannya pasti hanya bersifat protokoler biasa, minta dukungan dan pinjaman dan Indonesia hampir tak punya kepentingan apa-apa, kecuali silaturahmi kenegaraan dan memperat hubungan bilateral semata. Namun, Amerika Serikat, adalah negara adidaya, kerennya super power, mengklaim sebagai “polisi dunia”, mitra sejati Israel (musuh hampir semua negara), punya sumberdaya yang luar biasa, mata uang yang jadi patokan dunia, tempat bermarkasnya PBB, dan masih banyak lagi. Sehingga sosok presiden, sebagai lembaga yang paling dilindungi, yang kebijakannya berpengaruh nyata terhadap perkembangan apapun di dunia, baik itu ekonomi, sosial politik, militer bahkan  budaya. Lalu apa hubungannya Obama disambut “Patung Obama” ? Nah, ini dia. Obama kecil memang pernah menetap di Indonesia, semua orang tahu itu. Tinggal di Menteng Dalam, Jakarta Pusat dan bersekolah di SDN 01 Menteng. Sehingga saking gembira dan senangnya, beberapa orang berduit berinisiatif membuat sebuah patung Obama kecil, seberat 30 kg dan tinggi 110 cm. Biaya pembuatan patung tersebut mencapai Rp 100 juta rupiah, diresmikan pada 10 Oktober 2009, lokasinya tepat di Taman Menteng. Kalau saya boleh menduga-duga, dalam kunjungan Obama ke Indonesia nanti, pasti ada jadual kunjungan ke lokasi tempat patung itu berada. Sebuah jadual yang mengharapkan pujian dan sanjungan Obama terhadap Indonesia yang begitu peduli dan sayang terhadap dirinya, masa kecilnya dan apa yang dilakukannya semasa kecil. Nostalgia itu diperbesar terus dengan alasan mengapa patung itu di buat, siapa yang merangkai kata-katanya pada prasasti di bawahnya dan tujuan pembelajaran bagi anak-anak Indonesia agar sukses seperti Obama. Dugaan saya, Obama akan senang dengan hal tersebut. Namun Obama bukanlah seseorang yang mudah menerima pujian, dia pasti akan balik bertanya. Atas dasar apa, Indonesia membuat patung dirinya, selain penghargaan, apa lagi ? Karena dia bukanlah Simon Bolivar, pahlawan kolektif Amerika latin yang dihormati beberapa negara, seperti Bolivia, Chili, Venezuela, Kolombia dan Peru. Masa kecilnya juga tidak terlalu lama di Indonesia, paling hanya 2-3 tahun saja, setelah itu dia abdikan dirinya buat Amerika, tanah kelahiran ibunya. Nah, apa lagi ? Obama pasti bertanya, apa benar tingginya saat itu 110 cm ? (sesuai tinggi patung tersebut), dan dia merasa hampir nggak pernah memegang burung kecil (entah burung apa..itu), di tangannya, sementara katak puru pun sulit dia tangkap semasa di Menteng dahulu, apalagi burung. Apakah semua burung berarti perdamaian ? Tidak juga, di Amerika Selatan kita mengenal burung Kondor, sebagai burung pemakan bangkai.. Obama bertanya lagi, kenapa tidak Dove (merpati) saja, yang jelas-jelas sebagai lambang perdamaian. Lalu, yang akan menjadi perhatian Obama, mengapa patungnya berwarna coklat keemasan semua, apakah ini ada kaitannya dengan sentiment warna kulit, karena Obama bukanlah orang berkulit sangat gelap, Obama termasuk berkulit sedikit lebih terang daripada orang kulit hitam kebanyakan, karena punya ibu yang berkulit sangat putih. Melihat sisi postur lagi, untuk Obama yang kini bertinggi lebih kurang 180-182 cm, apakah punya tungkai yang agak pendek dan tidak proporsional seperti patung tersebut ? Anak berumur 4-5 tahun, dan punya bakat berbadan tinggi pasti punya tungkai yang panjang, struktur tulang yang lebih panjang dari tulang pahanya. Mengamati Obama pada patungnya, Obama adalah anak yang gendut, buntel, dan paling kalau dewasa tingginya tak lebih dari 170 cm. So… Apakah patut Obama dibawa berkunjung ke replika kecil dirinya yang ada di Taman Menteng tersebut ? Apakah nanti ini tidak memancing kontroversi ketidaksenangan pribadi Obama, walaupun tidak berpengaruh apa-apa terhadap kebijakan Amerika ke Indonesia. Patut kita ingat, Obama adalah sosok yang mengubah sejarah dunia. Obama menjadi presiden AS pertama yang berkulit hitam, dan Obama adalah presiden AS yang berayah ibu tidak sebangsa, tidak sewarna kulit. Jangan sampai kunjungannya ini, menjadi sebuah “kelemahan” bangsa kita yang begitu menghargainya, padahal yang dihargai juga belum tentu bahagia dengan penghargaan yang diterimanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline