Lihat ke Halaman Asli

“Masalah buat Loe?“

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13512525641565744582

Adu argumentasi dengan para profesional di bidang asuransi selalu penuh sensasi. Seperti halnya kemarin saat mereka datang untuk menimba ilmu lagi. Lebih tepatnya bukan menimba ilmu an sich, namun saling berbagi pengetahuan dan wawasan. Praktisi dan akademisi pun berdiskusi. Ramai deh pokoknya. Semua gara-gara: “What is The Problem?”.

Problems are problems only when we are aware of them” pun terpajang di tayangan projector. “Emang itu masalah buat loe?”, ujar salah satu dari mereka. Kami pun tertawa renyah. Namun, tak lama kemudian, dahi kami mulai mengernyit saat menelisik “4 Type of Problem“-nya Peter F. Drucker.

Saat bergiliran memberikan contoh mana masalah generik dan mana eksepsional, diskusi makin meriah dengan saling sanggah. Begitu sulit berkonsensus. Tidak mudah berkompromi antar sesama. Menyamakan persepsi tentang sebuah masalah bukan tanpa masalah.  Mendiagnosa “problem” kadang lebih mudah daripada menyikapi karakter “problem solver”. Mencari solusi kalah sensasinya dengan menyikapi sikap atau perilaku “Decision Maker“-nya.

Ya, kepala dan hati manusialah yang jadi dinamikanya. Perbedaan minat dan persepsi – termasuk referensi dan pemahaman sebelumnya - tentang sebuah masalah membuat proses diagnosa masalah malah tambah berlarut-larut. Apalagi jika sebelumnya bersepakat untuk menerapkan “Group Decision Support System”. Tambah lagi, jika tipe masalahnya tergolong “Unstructured Problem” atau “Ill-Stuctured Problem”. Pada kondisi seperti itu, “Computer Solution” pun tidak bisa menggantikan “Manager Solution”. Jadi teringat dengan ucapan Peter F. Drucker: “The Computer is moron“.

Manusia tetap menjadi “key person“. Tidak perlu mengagungkan komputer yang sekedar alat, atau paling banter dianggap sebagai “enabler” saja. Beda kepala, beda cara. Salah diagnosa atau ketiadaan informasi relevan dan akurat pun lumrah terjadi. Jadi, fenomena “Garbage in Garbage Out” adalah ulah manusianya, termasuk kegagalan dalam menemukenali “The Root of Problem”, sebagai fondasi proses pengambilan keputusan.

[caption id="attachment_206045" align="aligncenter" width="478" caption="Sumber: http://www.thinkreliability.com/Root-Cause-Analysis-CM-Basics.aspx"][/caption]

Betapa pun tersedia berbagai teknik untuk “Root Cause Analysis” - semisal Cause Map, Brainstorming, Pareto Chart, Fishbone Diagram, Scatter Diagram, Flowchart, Run Chart, Control Chart, Tree Diagram, dkk. Atau model keputusan canggih dan terkini – misalnya neural network atau algoritma genetika. Semakin mengarah ke Ill-Stuctured Problem, berbagai model keputusannya tambah rumit.

Namun, semua alat dan teori itu tidak bisa mengkalkulasi ketidakpastian secara presisi. Kita tidak bisa bersembunyi dibalik model yang memang hanya bentuk penyederhanaan masalah atau miniatur realita tak sempurna. Biarpun model stokastik lebih rumit ketimbang model deterministik, itu tidaklah serumit hidup dan kehidupan manusia itu sendiri, termasuk dinamika manusia dalam sebuah organisasi.

Jadi mana yang lebih penting, masalah atau pembuat masalah?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline