Lihat ke Halaman Asli

Tsunami Tak Surutkan Warung Nasi Hasan Lamnyong

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Musibah tsunami dahsyat tidak cukup kuat untuk meruntuhkan sebuah bisnis kuliner yang dikelola pengusaha ulet asal Aceh. Berawal dari warung nasi dengan tiga meja di luar pagar kampus IAIN di Banda Aceh, kini Pak Hasan mempunyai warung nasi dengan luas seluas 3000 meter persegi. Deretan mobil pribadi pun berjejer di lapangan parkir yang dapat menampung ratusan mobil. Beberapa Mentri, gubernur, dan pejabat tinggi pun pernah mampir di sini. Beruntung saya dan tiga kawan lainnya sempet mencicipi kuliner Aceh yang lezat.

Setelah melewati jembatan di atas sungai Alue Naga yang menjadi menjadi batas wilayah Banda Aceh dan Aceh Besar, kami pun tiba di warung nasi Pak Hasan. Alamatnya di Jalan Malahayati Krueng Raya-Banda Aceh. Sekitar 500 meter saja dari jembatan pertama yang dibangun setelah musibah Tsunami. Kami segera naik ke lantai 2 yang dapat menampung ratusan tamu. Tidak ada jenis ikan dan daging yang terdengar aneh. Ikan, udang ayam, kambing, dan sapi. Walau sempat ditawarkan menu, kami pasrah saja dengan pilihan menu dari tuan rumah. Kami pun langsung melahap ayam goreng panas, ayam tangkap, ayam gule, SIE Kameng Masak Aceh, dan gule kambing. Kami cuma terpana ketika dihidangkan udang laut yang relatif besar. Kata Pak Hasan, udang itu langsung diantarkan para nelayan ke warungnya. Tak heran udang terlihat  masih segar dan gurih disantap. Es serutan mentimun menjadi pelengkap yang menyegarkan di siang hari.

Pak Hasan adalah sebuah contoh keuletan pengusaha sukses yang memulai bisnis dari  bawah. Sempat bekerja dengan orang lain dengan gaji 1500 rupiah pada tahun 80-an, Pak Hasan mulai mencoba bisnis kuliner pada tahun 1982. Warung kecil dengan tiga meja makan di pinggir kampus IAIN pun mulai dibuka. Setelah berpindah tempat beberapa kali, usaha Pak Hasan ternyata makin berkembang. Hadangan tsunami yang meluluhlantakkan Banda Aceh-termasuk warung Pak Hasan- tidak menyurutkan semangatnya untuk terus bergerak di bisnis kuliner. Perjuangan ayah berumur 48 tahun dengan tiga putra dan satu putri akhirnya berbuah manis. Kini, kami pun siap menyantap berbagai menu masakan yang sangat menggoda selera.

Awalnya kami tidak sadar dengan sedikit keanehan dengan para pelayannya. Setelah dicermati, ternyata semua pelayannya adalah laki-laki lajang. Kami pun iseng menanyakan hak tersebut langsung ke Pak Hasan, yang tidak segan-segan masih ikut melayani para tamu. Kami sebenarnya sudah menduga, pasti ada alasan dibalik kehadiran pelayan yang semuanya pria. Pak Hasan merasa bahwa pria lajang akan lebih berkonsentrasi bekerja tanpa ada kehadiran wanita. Kami pun hanya tersenyum saja.

Selesai makan siang, kami segera menyeberangi jembatan kembali menuju banda Aceh. Kami berhenti tadi sebuah PTS yang berlokasi di pinggir jalan yang sebelah sisinya merupakan tepi sungai Alue Naga.  Goyang pesawat ketika mendarat senin pagi (3/10/2011) di Bandara Sultan Iskandar Muda sudah tidak terasa lagi. Kini diganti dengan goyang lidah yang masih terasa dengan lezatnya makanan khas aceh.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline