Lihat ke Halaman Asli

HELM Kampus Made in USA

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13278331081019712256

[caption id="attachment_166978" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Amerika Serikat masih menjadi kiblat dan donatur bagi pendidikan nasional. Kali ini mereka menggelontorkan dana sebesar Rp 170,5 Milyar untuk prorgam HELM (Higher Education Leadership and Management).  Dana tersebut untuk mengembangkan kualitas 50 perguruan tinggi di Indonesia. Kata Dirjen Dikti, Program HELM memperkenalkan pendekatan baru dalam peningkatan pelayanan pendidikan tinggi, penurunan biaya kuliah serta peningkatan kualitas pendidikan. Berhasilkah?

Di tengah sorotan negatif kepada kampus, pemerintah melalui Kemdikbud rasanya sudah berulangkali mengeluarkan kebijakan baru sebagai respon atau antisipasi terhadap situasi nasional saat ini. Dua tahun terakhir ini pun, kampus disibukkan dengan upaya tindak lanjut berbagai kebijakan atau peraturan baru dari pemerintah. Sebut saja pendidikan karakter bangsa dan pengenalan budaya antri dan budaya bersih sejak usia dini.

Kembali ke HELM, hibah dari Pemerintah AS melalui USAID tersebut berdurasi lima tahun. Bantuan teknis tersebut melibatkan JBS International, Inc., University of Kentucky dan Indiana University Alliance. Informasi tersebut bisa dilihat di website USAID untuk perwakilan Indonesia di sini. Kelihatannya program ini lebih berupa pelatihan atau pengiriman konsultan atau para pakar dari negeri Paman Sam ke Indonesia. Dugaan ini dilandasi dari informasi tentang JBS International Inc yang bergerak dalam manajemen dan teknologi informasi. Setidaknya itu terlihat dari portofolio produknya di website resminya.

Selalu ada sisi positif dari pelatihan, termasuk bagi civitas academika, khususnya para pemimpin perguruan tinggi. Apalagi jika JBS melibatkan para pakar dari dua universitas di Amerika. Memang bukan termasuk universitas papan atas di di Amerika sih. Bahkan peringkat University of Kentucky versi QS World University Rankings edisi 2011 lebih rendah dibanding Universitas Indonesia, yakni peringkat 393 berbanding peringkat 217.  Indiana University pun hanya satu tangga lebih baik dari UI yakni menempati posisi ke-216.

Namun, peringkat universitas yang rendah di amerika memang belum menjamin mereka ”lebih buruk” dibanding universitas di Indonesia. Jika tidak, Dirjen Dikti pun tidak akan mau menerima program ini. Lagian ini hibah atau bantuan yang tidak membebani anggaran pemerintah.  Yang penting, ambil yang baik, tolak yang buruknya demi kepentingan nasional. Siapa tahu berbagi pengalaman dan kolaborasi antara kampus di Amerika dan Indonesia bisa meningkatkan peran kampus dalam meningkatkan daya saing nasional. Syukur-syukur dengan biaya pendidikan murah, tapi lulusannya tetap mampu bersaing di arena global.

Tidak ada makan siang gratis. Di balik hibah tersebut pasti ada “harga” yang harus ditanggung oleh pemerintah Indonesia. Itu sudah biasa, asal jangan mengorbankan “harga diri”. Semoga program HELM berhasil menciptakan pemimpin atau kepemimpinan kampus yang bisa membawa Indonesia lebih maju. Jika tidak, HELM itu hanya sebatas ”helm” yang dipakai para pengelola kampus agar tidak ”benjol” saat ”dilempari”  dengan berbagai kritik pedas dari masyarakat. Jangan pula menutup kuping rapat-rapat sehingga tidak mendengar suara rakyat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline