Lihat ke Halaman Asli

Mengejar "World-Class University" Pakai Ojek

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Hidup di Jakarta harus pintar-pintar mencari celah untuk mengejar tujuan. Termasuk menyiasati kemacetan ibukota. Untuk itulah ojek berfungsi dan menjadi salah satu moda transportasi terfavorit. Minimal buat saya. Mereka tetap bisa melaju kencang lewat jalan tikus, atau bermanuver di sela-sela deretan mobil pribadi yang tidak bosan-bosannya berjubelan di sepanjang jalan. Helm pun sudah disediakan buat para penikmat ojek, sekedar penghalang dari semburan asap hitam dari metromini tua, Dengan ojek itulah, saya pun bisa secepat kilat telah hadir di gedung Kementrian Pendidikan Nasional, Tugas dari kantor membuat saya harus mengikuti seminar bertajuk "Global Trends in Tertiary Education Reform".  Narasumbernya Dr. Jamil Salmi- Peneliti senior dan Koordinator Pendidikan Bank Dunia serta perwakilan WorldBank di UNESCO. *** Seminar dibuka- sekaligus dimoderatori, oleh Prof. Fasli Jalal- Wakil Mendiknas. 200 kursi undangan pun terisi penuh, diduduki oleh para pimpinan perguruan tinggi, praktisi pendidikan, pejabat Kopertis, dan jajaran pimpinan Dirjen Dikti- yang langsung dinakhodai Prof. Djoko Santoso sebagai Dirjen Dikti yang mendampingi narasumber dan Wamendiknas di mimbar. Dua layar raksasa dan TV layar lebar pun menampilkan tayangan secara bergantian. Layar kiri menyajikan presentasi narasumber, layar kanan mempertontonkan peserta di 10 kota di seluruh Indonesia- melalui fasilitas video-conference dari jaringan INHERENT (Indonesian Higher Education Network). Acara dimulai Jam 14.00. Narasumber yang berkebangsaan Maroko terlebih dahulu diperkenalkan oleh Fasli Jalal- sebagai tokoh dunia ketiga yang menjadi pejabat eselon di Worldbank. Salah satu karyanya adalah sebuah buku yang banyak dijadikan rujukan oleh para pengambil kebijakan dan praktisi perguruan tinggi di seluruh dunia. Bukunya berjudul “The Challenge of Establishing World-Class Universities” dapat diakses secara gratis di website Worldbank. World of Science Fiction Jamil Salmi memaparkan materinya dalam tiga bagian, yakni arti penting dari pengetahuan, perubahan praktek dan kebutuhan pendidikan, serta implikasinya terhadap negara berkembang. Semua kelihatan mudah dan terkesan luar biasa dengan kemajuan pendidikan di negara maju. Dan itu diawali dengan penjelasan tentang internet dan perubahan gaya hidup anak-anak muda masa kini. Dunia maya menjadi enabler dan akselerator kemajuan dunia pendidikan. Internet bukan sebatas tulang punggung telekomunikasi saja. Internet bukan pula sekedar tulang punggung jejaring pertemanan di dunia maya atau media sosial. Kata Jamil Salmi, “Internet is the backbone of education”. Jadi jangan heran jika para dosen atau guru besar berkata, “Welcome to the class, and sit any where, please!”. Mahasiswa pun mengikuti kuliah di  mana saja dan kapan saja. Menunggu antiran tetap sembari kuliah ketika i-phone di tangan. Duduk gerah kepanasan di metromnini tak mengapa, selama menggenggam i-pod untuk mengakses virtual-class. Mahasiswa pun masih bisa mengirimkan file tugas sambil menikmati kehidupan malam di cafe-cafe yang menjamur di Jakarta. Harvard boleh berkibar sebagai perguruan tinggi ternama dan terdepan. Namun, “We can't all be good at everything”, jawab Jamil Nasli ketika sesi tanya-jawab. 6 penanya di Jakarta dan 2 penanya dari Denpasar dan Solo pun bergiliran bertanya. Pertanyaannya berkisar tentang keluh kesah dan suka dan duka dunia pendidikan di Indonesia. Seolah ada nada pesimisme tentang masa depan pendidikan di Indonesia, sampai harus menanyakan kiat khusus dari narasumber untuk memajukan dunia pendidikan di Indonesia. Real-Class Perguruan tinggi di negara maju bak mobil mewah atau F1 yang berlari kencang. Rasanya mimpi jika harus beradu kecepatan di sirkuit mulus dan licin dengan garis finish-nya bertulsikan “World-Class University”. Sedangkan kita mungkin masih mengendarai bajay atau ojek. Namun jangan berhenti bermimpi. “Janganlah saling bersaing dan saling bercuriga di antara insan perguruan tinggi di Indonesia, berkolaborasilah demi meningkatkan posisi persaingan Indonesia, mengejar negara lain”, imbuh Jamil Masli menyebarkan optimisme. Keindahandan keberagaman Indonesia adalah anugrah yang dapat menjadi sumber inspirasi dan kreativitas. Dan creative thinking menjadi salah satu modal untuk menjadi World-Class University. Namun,  “What is your vision?”, tantangnya. Dan, jangan anggap remeh para pengojek di Jakarta. Motor ojek bisa saja berada di depan mobil mewah yang sedang terjebak kemacetan. Berani dan mengenal medan menjadi sumber kecepatan dan kegesitan mereka untuk menyalip mobil-mobil pribadi. Bisa saja para pengojek bermimpi tentang enaknya duduk di mobil mewah di tengah udara ibukota yang terasa semakin panas. Walaupun pengojek harus rela menghirup udara kotor Jakarta yang semakin mengkhawatirkan. Namun, mereka juga tetap mempunyai mimpi. Tidak heran jika Saya pun bisa duduk bersama pada saat pertemuan POMG dengan pengojek langganan karena anak-anak kita berada pada satu kelas yang sama. Saya pun terkagum-kagum ketika pengojek paruh baya yang bercerita tentang anak sulungnya yang sudah melanglang buana karena bekerja di perusahaan pelayaran. Adiknya pun sudah masuk ke perguruan tinggi. Saya pun kadang malu ketika pengojek di depan rumah selalu rutin berkunjung ke rumah sebagai aktivis mesjid. Sekedar menyampaikan undangan acara remaja mesjid. Ya, ojek adalah khas Indonesia yang telah menjadi ”real-class” untuk belajar tentang makna hidup dan kehidupan. Siapa tahu World-Class University bisa terwujud pada generasi anak-anak pengojek di Indonesia. --- Catatan: gambar ilustrasi dikutip dan dimodifikasi dari file presentasi narasumber




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline