Lihat ke Halaman Asli

Ritail Business and Eye Liner

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perubahan adalah keharusan. Belajar berdamai dalam proses perubahan seperti berjalan di padang pasir nan luas, berlayar di samudera tak bertepi, belajar di perguruan tinggi tanpa wisuda. Intinya belajar berdamai dengan perubahan adalah belajar tanpa kata sudah.

Rhenald Kasali dalam bukunya Change pernah menyebutkan bahwa misteri terbesar dari sebuah karya perubahan adalah kelompok yang disebut sebagai “the establishment” atau kelompok mapan yang sudah cukup lama menikmati manfaat dari keadaan sekarang. Rasanya aku hampir saja terjebak ke dalam kelompok itu. Group of change rebellion. Saat aku memutuskan untuk bertahan di perusahaan pertama tempatku bekerja dengan posisi sebagai credit analyst. Bersyukur hari ini aku tidak jadi tergabung dalam kelompok itu, aku coba keluar dari posisi itu dan pindah ke divisi sales. Posisi kerja yang waktu semasa kuliah dahulu aku letakkan di bagian belakang memoriku. Artinya aku baru mau menjadi seorang salesman, jika aku sudah melamar di puluhan company dan tidak ada yang menerimaku di posisi selain salesman, mungkin aku baru merelakkan diri ini untuk bekerja di sana. Hari ini sepertinya aku sedang berada di zona yang aku takuti sekaligus aku hindari semasa kuliah dahulu. Zona salesman, tepatnya bekerja sebagai salesman di sebuah perusahaan consumer goods yang berinduk di Switzerland.

Salesman dalam perspektif kuliah adalah keliling komplek dengan membawa barang, hujan ke hujanan dan panas kepanasan (canvasing). Sampai hari ini memang benar itulah adanya. Kini sesekali aku harus keliling toko untuk menawari product-product kami. apalagi di akhir bulan, dimana aku dan team sama-sama fokus untuk mengejar target. Bisa dibilang kaki menjadi kepala dan kepala menjadi kaki demi mencapai sales target. aku menganggap semua ini bukan paksaan, tetapi sebagai media untuk belajar menerapkan strategy marketing kelas dunia secara gratis. Bersyukur bisa menjadi aktor langsung dalam penerapan strategi ini. Thx Allah : )

Retail is detail.

Kata-kata itu seperti mantra yang harus diketahui oleh salesman yang bekerja di consumer goods industry. Itu kata atasanku. Slogan itu cukup melekat di otakku, bahkan sudah menetap di memori karena hampir setiap hari aku membacanya. Tepatnya tulisan itu menjadi kata sakti yang selalu beliau tempatkan di bawah namanya pada saat mengirim email. Hampir setiap hari aku menerima email darinya, sudah barang tentu “retail is detail” sudah khatam di mataku.

Retail is detail. Aku harus mulai belajar untuk mengukur penjualan by brand, mentracking seberapa jauh new product launch sudah didistribusikan di market dan bagaimana meminimalisir market return, mengimplementasikan strategi yang sudah tertuang di dalam joint letter, mengalokasikan budget per toko, dan masih banyak lagi. Wow, pekerjaan yang sangat detail sekali, seperti ingin menempaku menjadi seorang compliance yang handal.

Hingga hari senin kemarin atau tepatnya sudah 10 bulan aku menganggap “retail is detail” itu hak patennya seorang salesman di industri consumer goods. Sampai akhirnya aku bertemu kamu, mengamati wajahmu yang berbalut kerudung itu dengan teliti, dan tersadar bahwa detail itu adalah kamu. Kamu yang bisa melingkari eye liner dengan rapi di kedua matamu yang cantik itu. End.

Perpustakaan Unsri Indralaya, November 1, 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline