Allah, keluarga dan impian-impianku Insyallah akan menjadi bahan bakar dalam setiap gerak liku kehidupan
Fisik ini sepertinya merintih diberondong pekerjaan yang tak kunjung padam, aplikasi kredit datang bak semut merayap ke sarang gula, masuk dari setiap sudut dan cela. Belum sempat berpuas diri karena satu aplikasi sudah selesai, rentetan aplikasi lain datang, selesai satu, datang dua, begitu seterusnya. Jika tidak ada impian sebagai baju anti peluru, mungkin aku sudah tewas sejak lama. Itu bagian kecil derita seorang credit analyst, tapi sepedih apapun, Insyallah akan mendapat pengalaman dan ilmu baru dari setiap aplikasi yang kita tangani.
Total hari ini, ada sekitar delapan aplikasi kredit yang harus diproses, semua harus selesai. Apapun hasilnya, recommend or not recommend. Seperti sudah khatam, risiko seorang kredit, selalu berhadapan dengan ketidakpastian. Bahkan tak jarang harus berani mengambil suatu keputusan tanpa justifikasi yang jelas. Alhamdulillah Allah memberikan hati nurani gratis bagi setiap manusia, setidaknya itulah yang bisa aku gunakan ketika semua data buta dan dihadapkan pada pilihan yang mendesak. Bukan untuk menghindari semua risiko tetapi lebih pada memisahkan risiko mana yang masih bisa di maintain dan risiko mana yang tidak bisa ditoleransi karena kita sudah sama-sama tau bahwa prinsip dasarnya adalah high risk, high return.
Sepertinya bos tidak mau kalah dengan aplikasi yang datang kemejaku, perlahan dengan caranya yang khas, bos memintaku untuk menganalisa penyebab kredit macet. Oh my God, it will be long struggle this time. But I don’t care, it should be finished asap. Kutarik data dari sistem, kubongkar berangkas besi untuk mencari lima aplikasi lawas sebagai sampling, sebelum aku visit, mengulitinya dan menyimpulkan apa penyebab kontrak ini hingga ditasbihkan sebagai non performing loan.
Tak mau hanyut dengan semua ini, kuhela nafas dalam, mencoba menenangkan diri, sedetik lewat dan kuputuskan untuk mengambil air wudhu karena saat itu waktu dzuhur telah tiba. Insyallah hanya sujud kepada-Nya yang bisa mengembalikan semua energi yang telah terkuras sejak pagi. Allah, keluarga dan impian-impianku Insyallah akan menjadi bahan bakar dalam setiap gerak liku kehidupan.
Seperti mendapat energi baru, kutarik satu persatu map aplikasi kredit sebelum aku mengakhirinya dengan sebuah tandatangan. Untuk menjaga konsentrasi, setiap map akan kubilas dengan segelas air putih, biar darah ini tetap segar dan pikiran bisa fokus ketika berlari dari satu aplikasi ke aplikasi lainnya. Tersisa lima aplikasi di meja dan sengaja kubiarkan hingga aku menyudahi makan siang yang telah aku siapkan sejak pagi. Perlahan tapi pasti semua aplikasi beres tanpa jejak dan semuanya aku setujui. Insyallah tetap fokus dan konsisten dengan kualitas portfolio perusahaan, karena aku tidak mau jika anak cabang ini didominasi oleh satu industri.
Aku coba memproteksi teori ekonomi super bubble George Soros agar tidak terjadi. Bubble adalah irrasional, sesuatu cenderung bergabung dalam suatu kerumunan, jika sudah terlalu besar, komposisinya sulit dihitung secara pasti oleh regulator untuk menunda akses negatifnya. Seperti krisis keuangan global baru-baru ini, setiap otoritas keuangan mengintervensi dan mengambil alih, justru akan meniupkan angin lebih banyak ke super bubble tersebut dan cukuplah Lehman Brothers, Fannie Mae, Freddie Mac dan Merrill Lynch sebagai korban ledakannya.
Sepertinya waktu kurang bersahabat hari ini, secepat kilat dia meninggalkanku. Biasanya dia selalu setia, berjalan lambat bahkan tak jarang dia merangkak seperti bayi ketika aku tidak ada pekerjaan. Tetapi hari ini dia berbeda dan penuh semangat, dia lari sprint hingga aku tersadar dia telah terdampar di pukul 17.30.
Masyallah, tiba-tiba aku merasa berdosa, karena telah berbuat tidak adil terhadap diriku sendiri, sejak pagi fisik selalu kumanjakan dengan berbagai makanan dan minuman, tapi kapan aku akan memberikan jamuan spesial bagi hati ini agar aku bisa tetap tenang dan jernih dalam mengambil setiap keputusan. Kutarik tas polo dan helm merah tanpa kaca, ku gas bebek tahun 2003 yang mulai batuk-batuk, kubawa dia berlari hingga terbang, Terkadang terbersit rasa kasihan pada temanku satu ini, dia harus berjalan 6 x 8 jam per minggu. Sebagai hadiah untukmu hari ini engkau akan kuajak larut dalam keheningan wisata kalbu.
Kali ini wisata hatiku bukan untuk mengejar sunset di pantai malalayang yang indah bukan kepalang. Bayangkan saja di bawah pelangi yang cantik terpantul cahaya pantai bunaken yang diapit setia oleh pulau manado tua dan siladen, seperti pasangan muda mudi yang sedang jatuh cinta, tak mau dipisahkan walau hanya sedetik sekalipun, belum lagi awan putih tegap menyelimuti seakan menambah keindahan panorama kota manado. Nelayan setia di atas lau biru berlapis papan dan anak-anak belari kesana kemari seolah tanpa beban dalam hidupnya. Sang surya juga tidak mau kalah, dia mengintip malu tapi tetap tak tahan dan akhirnya sunset keluar dari celah bukit, tepat di belakang pulau manado tua. Subhanallah, begitu luar biasa pesona ciptaan-Mu.
Sepanjang mata memandang terhampar di atas permukaan laut yang tembus hingga ke samudera. Tapi hal ini menjadi sedikit hampa bagi kalbu, karena Insyallah telah aku taklukkan dalam sebuah tulisan ketika gelombang hati di dada tertuang dalam naskah kisah cintaku yang belum terealisasi. Hingga matahari tergelincir di ufuk sore itu.
Bukan Malalayang, bukan juga Bukit kasih. Bukit keharmonisan lambang kerukunan masyarakat manado, sekitar 500 kaki di atas permukaan laut, kita akan menciutkan diri dihadapan Sang Ilahi, tanpa pernah tau siapa yang membangun gedung lima rupa tempat ibadah lima agama. Bangunan ini begitu kokoh, mengundang setiap pendaki untuk selalu mentadabburi ciptaan-Nya. Sebelum hati manusia tersentuh dan larut terlalu jauh dengan eksotisme tempat itu.
Tolong bayangkan kawan, di ketinggian 500 kaki terpatri sebuah masjid dengan halaman sepanjang danau tondano dan gunung lekon. Turun tiga anak tangga, kaki akan menginjak bumi dengan lapisan berbeda. Bukan tanah, pasir atau batu melainkan belerang yang hangat, sehangat uap air danau tondano yang disinari matahari pagi serta cahaya gunung lekon yang fantastis bagi mata. Subhanallah sungguh tidak ada yang mampu menandingi ciptaan-Mu. Tetapi sayang hatiku tidak juga jatuh cinta untuk kedua kalinya pada pesona bukit kasih, bukit yang Insyallah telah aku jelajahi bersama lima temanku beberapa waktu lalu.
Berjalan setia bersama bebek mengikuti kalbu yang belum juga menemukan tambatan hati yang pas hari ini, terus mencari dan mencari, hingga pencarianku terhenti di gedung megah nan khusyu tepat di depan kantor telkom kota Manado. Di depan bangunan itu, setia beberapa pohon akasia sebagai penyejuk. Kuparkir bebek baik yang telah kukasih makan empat liter bensin, cukup untuk membuatnya bisa istirahat.
Bangunan ini sungguh menenangkan hati, ketenangannya jauh melebihi ketika aku terhiptonis oleh bibir pantai Bunaken. Perlahan terdengar suara adzan yang merdu, lebih syahdu dari suara ombak pantai Kalase yang lembut, dia membiusku untuk sujud larut dalam ibadah-Mu.
Ya Rabb, hari ini hamba bersujud, bersimpuh memohon pada-Mu. Kuharap semoga sujud ini ikhlas, seikhlas tebing cadas yang meneteskan air ke hulu sungai tanpa letih, seperti ombak yang setia mengalir ke tepi tanpa henti dan pamrih, meskipun tidak ada orang yang melihatnya, karena hamba ingin sujud ini hanya untuk-Mu Ya Allah.
Aamin ya rabbal ’alamin
Masjid Ahmad Yani, Manado.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H