Lihat ke Halaman Asli

BUDIAMIN

K5 ArtProject

Program Makan Gratis

Diperbarui: 22 Oktober 2024   12:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

doc. pribadi

Di pojok warung kopi Pak Udin yang selalu ramai, Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal duduk melingkar, seperti biasa, sambil memesan kopi hitam dan gorengan. Kali ini, obrolan mereka tidak jauh dari berita yang sedang ramai diperbincangkan di media sosial: program makan gratis dari pemerintah. Program yang katanya akan mengentaskan kemiskinan dan memberikan kesejahteraan untuk seluruh rakyat.

Kobar, sang pengamat politik dadakan, membuka percakapan sambil menatap layar ponselnya dengan cemberut. "Bro, lo pada denger nggak soal program makan gratis dari pemerintah? Katanya, mulai minggu depan, semua orang bisa makan gratis di warung-warung yang terdaftar."

Kahar, yang biasanya suka antusias dengan program-program pemerintah, langsung menanggapi dengan mata berbinar. "Iya, Bor! Gua denger tuh. Wah, keren banget, nggak? Bayangin aja, rakyat kecil bisa makan tanpa harus mikirin duit. Ini sih solusi buat kemiskinan!"

Badu, yang selalu skeptis, hanya mendengus. "Hahaha! Solusi buat kemiskinan katanya? Bro, lo beneran percaya sama program kayak gini? Ini program kayak gitu ujung-ujungnya cuma jadi bahan promosi doang. Bentar lagi pasti ada syarat ini-itu yang ribet, dan akhirnya yang bisa makan gratis cuma segelintir orang."

Rijal, yang biasanya lebih netral, menambahkan dengan bijak. "Yah, tapi paling nggak ada usaha buat membantu masyarakat, kan? Maksudnya, kalau memang bisa dijalankan dengan baik, program makan gratis ini bisa membantu banyak orang."

Kobar langsung nyamber dengan nada sarkasme. "Iya, kalau bisa dijalankan dengan baik. Tapi lo tau sendiri, kan? Kalau urusan pemerintah, sesuatu yang 'baik' itu biasanya cuma bertahan sampai tahap wacana. Begitu dijalankan, langsung amburadul."

Kahar, yang masih ingin bertahan pada harapannya, tetap mencoba berpikir positif. "Gue optimis, Bor. Gue yakin pemerintah kali ini beneran serius. Nggak mungkin mereka bikin program besar kayak gini cuma buat pencitraan doang."

Badu tersenyum sinis sambil menyesap kopinya. "Serius? Bro, lo pernah denger cerita soal program rumah murah yang akhirnya malah nggak jadi murah? Atau bantuan langsung tunai yang katanya buat rakyat, tapi habis dipotong sana-sini? Program makan gratis ini bakal kayak gitu juga, deh. Awalnya gratis, ujung-ujungnya bayar juga."

Rijal yang mencoba menengahi, menggeleng pelan. "Tapi setidaknya, ini program yang masih bisa dimanfaatkan. Siapa tahu memang bisa meringankan beban rakyat, terutama yang benar-benar membutuhkan. Gue liat warung Pak Udin juga udah daftar jadi salah satu tempat makan gratis."

Pak Udin yang kebetulan mendengar namanya disebut langsung mendekat ke meja mereka dengan senyum ramah. "Iya, bener, warung gue terdaftar. Tapi ya begitulah, ada syarat-syaratnya juga, kayak cuma berlaku di jam tertentu, porsi makanannya juga dibatasi. Terus, buat daftar aja, mesti isi formulir panjang banget. Lo tau sendiri, kan, kalau urusan sama pemerintah ribetnya kayak apa."

Kobar mengangguk setuju sambil memutar matanya. "Nah, itu dia masalahnya, Pak Udin. Di atas kertas, programnya bagus banget. Tapi eksekusinya? Ya kayak biasa, penuh birokrasi. Dan lo tau, yang bakal beneran bisa makan gratis itu ya orang-orang yang pinter ngakal-ngakalin aturan."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline