Di Desa Ceria, kehidupan sehari-hari dipenuhi dengan kesederhanaan dan kedamaian. Penduduk desa dikenal ramah, saling membantu, dan selalu menjaga tradisi. Namun, semua itu mulai berubah ketika Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal, empat sahabat yang terinspirasi oleh tren kota, memutuskan untuk membawa semangat kota ke desa mereka.
Suatu pagi, Kobar datang dengan semangat membara. "Teman-teman! Aku punya ide brilian! Kita harus bikin desa kita jadi modern, kayak di kota! Gimana kalau kita mulai dengan kafe Instagramable?"
Kahar mengerutkan dahi. "Kafe Instagramable? Apa itu? Apakah kita harus menyajikan kopi sambil berpose?"
Badu ikut bertanya, "Dan siapa yang mau datang ke kafe di desa ini? Warga di sini lebih suka ngopi di warung Pak Darto sambil ngobrol ngalor-ngidul."
Rijal, yang biasanya pendiam, tiba-tiba berbicara. "Tapi, bagaimana kalau kita coba? Kita bisa jualan kopi dengan harga selangit, dan pastikan tempatnya fotogenik!"
Tanpa berpikir panjang, mereka berempat segera mengatur rencana. Mereka memilih lokasi yang strategis: di bawah pohon beringin besar di tengah desa, dan mulai mengatur kursi dan meja dari kayu jati. Dalam waktu singkat, "Kafe Ceria" pun berdiri dengan berbagai dekorasi unik yang terinspirasi dari media sosial.
Setelah kafe dibuka, mereka mengumumkan kepada warga desa. "Datanglah ke Kafe Ceria! Nikmati kopi mahal dengan suasana modern! Jangan lupa foto-foto untuk Instagram!" teriak Kobar.
Namun, respon dari warga desa sangat berbeda dari yang mereka harapkan. "Kopi mahal? Kami lebih suka kopi dari warung dengan harga terjangkau," kata Bu Rina, sambil menggelengkan kepala.
Kahar pun berusaha menarik perhatian. "Tapi ini bukan sekadar kopi, ini adalah pengalaman! Dapatkan momen-momen berharga bersama teman-teman kalian!"
Badu yang terdesak mengeluarkan jurus terakhir. "Kami juga punya wifi gratis! Kalian bisa streaming atau update status di media sosial."