Lihat ke Halaman Asli

BUDIAMIN

K5 ArtProject

Empat Sekawan dan Kekayaan Terlupakan

Diperbarui: 11 Oktober 2024   17:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

doc. pribadi

Di sebuah kampung bernama Kampung Buntu, ada empat sekawan yang selalu nongkrong di warung kopi pinggir jalan setiap sore. Mereka adalah Kobar, Kahar, Badu, dan Rijal. Masing-masing punya cerita hidup yang unik, tapi yang paling menarik adalah Kobar. Kobar, setelah memenangkan arisan kampung terbesar se-Kecamatan, mendadak jadi kaya raya. Sayangnya, kekayaan itu naik ke kepalanya lebih cepat dari asap kopi yang mereka nikmati.

Kobar kini tak lagi datang ke warung dengan sandal jepit usang. Ia muncul dengan sepatu mengkilap, pakaian merek luar negeri, dan kacamata hitam yang entah kenapa selalu dipakai meski sudah petang. Di depan warung, ia memarkir motornya yang baru---motor gede, hasil cicilan 48 bulan, yang suaranya seperti helikopter ketika dinyalakan.

"Ah, Kobar makin gaya aja nih!" seru Kahar, menertawakan sahabatnya.

"Ya iyalah, beda dong! Sekarang aku orang berada, gak kayak kalian yang masih kering dompetnya," sahut Kobar sambil menepuk-nepuk perutnya yang mulai mengembang karena terlalu sering makan di restoran mahal.

Badu yang biasanya pendiam hanya mengangguk-angguk sambil menghirup kopi panasnya. "Tapi ya, Bor," ucapnya akhirnya, "kaya bukan berarti harus sombong juga."

Rijal yang terkenal paling bijak di antara mereka menambahkan, "Iya, kaya itu ada di hati, bukan di barang-barang."

Kobar mendengus keras. "Ah, kalian cemburu saja! Lihat nih, jam tangan saya! Bukan main, ini asli impor, harganya cukup buat beli motor kalian semua!"

Kahar tertawa terbahak-bahak. "Iya, Bor, kita gak iri kok. Cuma heran aja, kenapa baru punya satu motor gede, jam tangan mahal, udah langsung ngomongin soal kekayaan?"

Kobar tersenyum merendahkan, mengeluarkan dompet tebal dari saku belakangnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang besar. "Ini, uang segar. Tahu gak? Beli barang begini tuh gampang kalau punya duit. Beda sama kalian, beli kopi aja minta ngutang!"

Rijal, yang dari tadi tampak tenang, akhirnya menatap Kobar tajam. "Bor, kita ini teman. Bukan soal siapa yang lebih kaya, tapi bagaimana kita bisa saling menghargai. Tapi kalau kamu mau bicara soal kekayaan, ingat satu hal---kekayaan tidak akan bertahan lama kalau yang punya tidak tahu cara menghargainya."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline