Lihat ke Halaman Asli

BUDIAMIN

K5 ArtProject

Matinya Jiwa Seniman yang Kehilangan Idealisme dalam Berkarya

Diperbarui: 15 Agustus 2024   09:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

doc. pribadi

Dalam dunia seni, idealisme adalah elemen vital yang mengalirkan kehidupan dalam setiap karya yang diciptakan. Lebih dari sekadar pedoman moral, idealisme mewakili visi dan integritas seorang seniman. 

Ketika seorang seniman mulai kehilangan idealismenya---entah karena tuntutan komersial, tekanan sosial, atau ekspektasi pasar---jiwa seni mereka perlahan mati. Tubuhnya mungkin masih berkarya, tetapi esensi dari seni itu sendiri memudar.

Seni dan Idealisme: Simbiosis yang Tak Terpisahkan

Idealisme adalah fondasi dari karya seni yang bermakna. Seorang seniman sejati menciptakan tidak hanya untuk memanjakan mata, tetapi juga untuk menyuarakan keyakinan, refleksi, dan nilai-nilai mereka.

 Seni yang lahir dari idealisme mampu menyampaikan pesan yang mendalam, menantang status quo, dan merefleksikan keadaan sosial, budaya, dan politik. Karya seni yang sarat dengan idealisme sering kali meninggalkan dampak yang lebih besar dibandingkan karya yang hanya mengikuti tren atau kebutuhan pasar.

Namun, di era komersialisme, seni sering kali dipandang sebagai komoditas. Banyak seniman akhirnya terjebak dalam siklus produksi karya yang lebih mudah dijual, bahkan jika itu berarti mengorbankan visi dan prinsip mereka.

Dalam proses ini, idealisme yang seharusnya menjadi energi penggerak mulai pudar. Seni yang terjebak dalam komersialisme kehilangan makna, menjadi sekadar produk tanpa pesan, tanpa jiwa.

Komersialisasi Seni: Pembunuh Idealisme yang Diam-Diam

Seniman tidak bisa mengabaikan kenyataan ekonomi. Penghasilan adalah kebutuhan, dan terkadang kompromi dengan pasar menjadi tak terelakkan. Namun, ketika dorongan komersial mulai mengarahkan seluruh karya seni, idealisme dengan cepat terancam.

Komersialisasi memaksa banyak seniman untuk menghasilkan karya yang "aman," yaitu karya yang dihasilkan berdasarkan selera pasar, bukan dari dorongan kreatif mereka. 

Rutinitas ini bisa menumpulkan kreativitas dan membunuh jiwa seni. Tanpa adanya ruang untuk eksplorasi ide baru atau keberanian menantang batasan artistik, seorang seniman perlahan kehilangan identitas kreatifnya. Jiwa kreatif mati meskipun karya-karya terus diproduksi, karena karya itu tidak lagi mencerminkan suara sejati dari sang seniman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline