Aku sempat melirik laci. Pada bagian terdalam terdapat Glock 17.
Tiada lagi dorongan paling kuat selain dan tidak bukan melakukan pembalasan dendam, kepada manusia dengan dagu hampir beradu dengan dada.
Betapa tidak, ini adalah saat paling tepat dan tiada lagi waktu paling benar membalaskan dendam pada masa lalu.
Ingatan buruk yang ditorehkan bersama keluarganya pada waktu itu amatlah membekas.
Jika ada kesempatan, maka dendam paling kesumat pantas dialamatkan kepadanya, atau keluarganya yang mana pun.
Bila di sekitar ada pedang atau pistol berisi peluru tajam, itulah jawaban pas dan tiada lagi yang lebih pas tinimbang memisahkan nyawa dari raganya.
Dulu. Pada waktu yang sangat lampau, ketika celana pendekku kedodoran karena karetnya sudah keterlaluan kendornya, sehingga di sekeliling pinggang mesti dipasang kain dipotong memanjang serupa tali, keluarganya merendahkan keluargaku.
Ekor mata menampak bapak dan emakku sedang menunduk, menerima cercaan bercampur penghinaan.
Entah pangkal perkaranya apa maka keluarga kaya itu memberondongkan kata-kata kasar.
Mereka adalah keluarga terpandang paling makmur dan disegani di kota. Sementara, apalah keluargaku: sederajat pecahan genteng, yang berserakan di genangan jalan berlubang dan diinjak sandal jepit orang lalu-lalang.